TATA CARA PENYITAAN

Penyitaan terhadap barang, dimana barang yang akan disita berada diluar wilayah kerja pejabat kantot pajak yang menerbitkan Surat Paksa dapat dilakukan dengan berdasarkan pasal 20 undang-undang penagihan yang menegaskan bahwa dalam hal objek sita yang berada di luar wilayah kerja pejabat yag menerbitkan Surat Paksa, pejabat harus meminta bantuan kepada kepala kantor pajak yang wilayah kerjanya  meliputi tempat objek sita berada untuk menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan terhadap objek sita tersebut. Sedangkan jika objek sita berada jauh dari tempat kedudukan pejabat tetapi masih dalam wilayah kerjanya, dapat dengan meminta bantuan kepada kepala kantor pajak yang wilayah kerjanya juga meliputi tempat objek sita berada untuk menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan.
Berikut terdapat enam jenis barang yang tidak dapat disita atau diperkecualikan dari penyitaan sesuai dengan yang terkandung dalam pasal 15 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997, yaitu :
1.    Pakaian dan tempat tidur beserta perlengkapannya yang digunakan oleh Penanggung Pajak dan keluarga yang menjadi tanggungannya.
2.    Persediaan makanan dan minuman untuk keperluan satu bulan beserta peralatan masak yang ada di rumah.
3.    Perlengkapan Penanggung Pajak  yang bersifat dinas.
4.    Buku-buku yang berkaitan dengan jabatan atau pekerjaan Penanggung Pajak dan alat-alat yang dipergunakan untuk pendidikan, kebudayaan, dan keilmuan.
5.    Peralatan dalam keadaan jalan yang masih digunakan untuk melaksanakan pekerjaan atau usaha sehari-hari dengan jumlah seluruhnya tidak melebihi Rp. 20.000.000 (dua puluh juta rupiah)
6.    Peralatan penyandang cacat yang digunakan oleh Penanggung Pajak dan keluarga yang menjadi tanggungannya.


Pada prinsipnya penyitaan dalam hukum pajak tidak mengubah status kepemilikan atas suatu barang , bahkan barang yang telah disita dapat dititipkan kepada Penanggung Pajak atau dapat disimpan di tempat lain. Pemilik barang masih dapat menggunakan barangnya selama barang tersebut tidak dialihkan hukumnya kepada orang lain atau merusak barang, atau menghilangkan barang yang merupakan tindakan pidana sesuai dengan Pasal 231 KUH Pidana. Pengertian tumpang tindih penyitaan adalah dimana suatu barang yang sebelumnya telah disita oleh satu intansi yang berwenang, lalu disita lagi oleh intansi berwenang yang berbeda. Sedangkan penyitaan tambahan (Pasal 21), juru sita dapat melakukan penyitaan apabila :
1.    Nilai barang yang disita nilainya tidak cukup untuk melunasi utang biaya penagihan pajak.
2.    hasil dari lelang barang yang telah disita tidak cukup melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak.

Terhadap barang yang suah disita, Penanggung Pajak dilarang untuk melakukan hal-hal sebagai berikut :

1.    Memindahkan hak, memindahtangankan, menyewakan, meminjamkan, menyembunyikan, menghilangkan, atau merusak barng yang telah disita.
2.    Membebani barang tidak bergerak yang telah disita dengan hak tanggungan untuk pelunasan utang tertentu.
3.    Membebani barang bergerak yang telah disita dengan fidusia atau diagunkan untuk pelunasan utang tertentu.
4.    Merusak, mencabut, atau menghilangkan segel sita atau salinan Berita Acara Pelaksanaan Sita yang telah ditempel pada barag sitaan.

Apabila wajib pajak melanggar ketentuan di atas, maka akan dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan yang terkandung dalam pasal-pasal berikut :

1.    Pasal 231 ayat (1) KUHP, menegaskan bahwa “ barang siapa dengan sengaja menarik suatu barang yang disita menurut ketentuan undang-undang atau yang dititipkan (sequestratie) atas perintah hakim atau dengan mengetahui, bahwa barang ditarik dari situ, menyembunyikan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.”
2.    Pasal 372 KUHP menegaskan bahwa “barangsiapa dengan sengaja dan melawan hukum mengaku sebagai milik sendiri (aich toeeigenen) barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaanya bukan karena kejahatan, diancam, karena penggelapan dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak enam puluh juta rupiah.”
3.    Pasal 375 KUHP menegaskan bahwa “ penggelapan yang dilakukan oleh orang yang terpaksa diberi barang untuk disimpan atau yang dilakukan oleh wali, pengampu, pengurus atau pelaksana surat wasiat, pengurus lembaga social atau yayasan, terhadap barang sesuatu yang dikuasainya selaku demikian, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun.”
Terhadap barang yang sudah disita, dapat dicabut apabila terjadi salah satu dari tiga hal di bawah ini :
1.    Penanggung Pajak telah melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak.
2.    ada putusan pengadilan atau ada putusan badan peradilan pajak.
3.    Ada ketentuan lain yang diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan atau Keputusan Kepala Daerah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar