Lingkungan Etika dan Akuntansi

Ekspektasi Masyarakat terhadap Bisnis dan Akuntansi
Keuntungan dan etika
            Tujuan utama bisnis adalah mengejar keuntungan atau lebih tepatnya keuntungan adalah hal yang pokok bagi kelangsungan bisnis, walaupun bukan merupakan tujuan satu-satunya. Dari sudut pandang etika, keuntungan bukanlah hal yang buruk. Pertama, keuntungan memungkinkan perusahaan bertahan dalam kegiatan bisnisnya. Kedua, tanpa memperoleh keuntungan, tidak ada ivestor yang bersedia menanamkan modalnya, dan karena itu tidak akan terjadi aktivitas ekonomi yang menjamin kemakmuran nasional. Ketiga, keuntungan memungkinkan perusahaan untuk tidak hanya bertahan melainkan juga dapat menghidupi karyawan-karyawannya.

            Dalam bisnis yang modern ini, para pelaku bisnis dituntut untuk menjadi orang-orang yang profesional di bidangnya. Mereka dituntut mempunyai keahlian dan keterampilan bisnis yang melebihi keterampilan dan keahlian bisnis orang kebanyakan lainnya. Kaum profesional bisnis ini dituntut untuk memperlihatkan kinerja tertentu yang berada diatas rata-rata kinerja pelaku bisnis amatir. Kinerja ini tidak hanya menyangkut aspek bisnis, manajerial, dan organisasi teknis murni, melainkan juga menyangkut aspek etis. Kinerja yang menjadi prasyarat keberhasilan bisnis ini juga menyangkut komitmen moral, integritas moral, disiplin, loyalitas, kesatuan visi moral, pelayanan, dan sikap mengutamakan mutu, penghargaan terhadap hak dan kepentingan pihak-pihak terkait yang berkepentingan (stakeholder), yang lama kelamaan akan berkembang menjadi sebuah etos bisnis dalam sebuah perusahaan.
Tekanan ekonomi dan bisnis yang kompetitif
Dalam persaingan bisnis yang ketat, para pelaku bisnis sadar bahwa perusahaan yang unggul bukan hanya perusahaan perusahaan yang mempunyai kinerja bisnis yang baik, melainkan juga perusahaan yang mempunyai kinerja etis, etos yang baik. Hanya perusahaan yang mampu melayani kepentingan semua pihak yang berbisnis dengannya, mempertahankan mutu, mampu memenuhi permintaan pasar dengan tingkat harga, kualitas, dan waktu yang tepat yang akan menang. Hanya perusahaan yang mampu menawarkan barang dan jasa sesuai dengan apa yang dianggapnya baik dan diterima masyarakat itulah yang akan berhasil dan bertahan lama.
Hal yang paling pokok untuk bisa untung dan bertahan dalam pasar yang penuh persaingan adalah sejauh mana suatu perusahaan bisa merebut dan mempertahankan kepercayaan konsumen dan tentunya ini bukanlah merupakan hal yang mudah. Karena dalam pasar yang bebas dan terbuka, dimana beragam barang dan jasa yang ditawarkan dengan harga dan mutu yang kompetitif, sekali konsumen merasa dirugikan mereka akan berpaling dari perusahaan tersebut. Hal ini akan memiliki efek berantai yang mempengaruhi konsumen lainnya sehingga lama kelamaan jika perusahaan tidak berhati-hati, mereka akan dijauhi oleh semua konsumen dan ini sangat disadari betul oleh semua perusahaan. Kepercayaan konsumen hanya mungkin dijaga dengan memperlihatkan citra bisnisnya sebagai bisnis yang baik dan etis.
Pendekatan stakeholder
Pendekatan stakeholder adalah cara mengamati dan menjelaskan secara analitis bagaimana berbagai unsur dipengaruhi dan mempengaruhi keputusan dan tindakan bisnis. Pendekatan ini mempunyai satu tujuan imperatif: bisnis harus dijalankan sedemikian rupa agar hak dan kepentingan semua pihak terkait yang berkepentingan dengan suatu kegiatan bisnis dijamin, diperhatikan, dan dihargai. Dasar pemikiran pendekatan ini adalah bahwa semua pihak yang memiliki kepentingan dalam suatu kegiatan bisnis terlibat didalamnya karena ingin memperoleh keuntungan, maka hak kan kepentingan mereka harus diperhatikan dan dijamin.
Supaya bisnis dari perusahaan dapat berhasil dan bertahan lama, perusahaan manapun dalam kegiatan bisnisnya dituntut, atau menuntut dirinya, untuk menjamin dan menghargai hak dan kepentingan semua pihak yang terkait dengan bisnisnya. Jika salah satu saja dari pihak yang berkepentingan dirugikan, pihak tersebut tidak akan mau lagi menjalankan bisnis dengan perusahaan tersebut. Bahkan, pihak yang belum menjalin bisnis dengannya juga akan menganggap perusahaan tersebut sebagai perusahaan yang harus diwaspadai dalam relasi bisnis selanjutnya.
Peran Pemerintah
Syarat utama untuk menjamin sebuah sistem ekonomi pasar yang fair dan adil adalah perlunya suatu peran pemerintah yang merupakan kombinasi dari prinsip no-intervention, dan prinsip campur tangan, khususnya demi menegakkan keadilan. Dalam teori Smith, peran bahkan campur tangan pemerintah tidak ditolak sama sekali atas dasar prinsip no-harm, yaitu bahwa demi menegakkan keadilan no-harm, pemerintah harus campur tangan.
Karena itu, dalam sistem ekonomi pasar, pemerintah dibatasi perannya hanya pada tingkat minimal, tetapi sekaligus efektif. Minimal karena pemerintah dibatasi perannya hanya pada tiga tugas utama. Pertama, tugas melindungi masyarakat dari kekerasan dan invasi dari masyarakat merdeka lainnya; kedua, tugas melindungi, sebisa mungkin setiap anggota masyarakat dari ketidakadilan dari setiap anggota lainnya, atau tugas menjamin keadilan secara ketat; ketiga, tugas membangun dan mengelola pekerjaan-pekerjaan umum tertentu dan lembaga-lembaga umum tertentu yang tidak bisa dijalankan oleh swasta karena tidak menguntungkan, tetapi sangat berguna bagi kehidupan bersama.
Lingkungan Etis untuk Akuntan Profesional
Timbul dan berkembangnya profesi akuntan publik di suatu negara adalah sejalan dengan berkembangnya perusahaan dan berbagai bentuk badan hukum perusahaan di negara tersebut. Jika perusahaan-perusahaan di suatu negara berkembang sedemikian rupa sehingga tidak hanya memerlukan modal dari pemiliknya, namun mulai memerlukan modal dari kreditur, dan jika timbul berbagai perusahaan berbentuk badan hukum perseroan terbatas yang modalnya berasal dari masyarakat, jasa akuntan publik mulai diperlukan dan berkembang. Dari profesi akuntan publik inilah masyarakat kreditur dan investor mengharapkan penilaian yang bebas tidak memihak terhadap informasi yang disajikan dalam laporan keuangan oleh manajemen perusahaan.
Profesi akuntan publik menghasilkan berbagai jasa bagi masyarakat, yaitu jasa assurance, jasa atestasi, dan jasa nonassurance.
         Jasa assurance adalah jasa profesional independen yang meningkatkan mutu informasi bagi pengambil keputusan.
Jasa atestasi adalah suatu pernyataan pendapat, pertimbangan orang yang independen dan kompeten tentang apakah asersi suatu entitas sesuai dalam semua hal yang material, dengan kriteria yang telah ditetapkan. Jasa atestasi terdiri dari audit, pemeriksaan (examination), review, dan prosedur yang disepakati (agreed upon procedure).
         Jasa nonassurance adalah jasa yang dihasilkan oleh akuntan publik yang di dalamnya ia tidak memberikan suatu pendapat, keyakinan negatif, ringkasan temuan, atau bentuk lain keyakinan. Contoh jasa nonassurance yang dihasilkan oleh profesi akuntan publik adalah jasa kompilasi, jasa perpajakan, jasa konsultasi.
Profesi akuntan publik bertanggung jawab untuk menaikkan tingkat keandalan laporan keuangan perusahaan-perusahaan, sehingga “masyarakat keuangan” memperoleh informasi keuangan yang handal sebagai dasar untuk memutuskan alokasi sumber-sumber ekonomi.
 
Belajar dari masa Lalu Profesi Akuntansi: Kasus Enron-AA dan Worldcom
Kasus WorldCom
WorlCom merupakan perusahaan telekomunikasi yang menyediakan berbagai macam produk di seluruh dunia seperti data, Internet, komunikasi telepon, layanan telekonfrens melalui video, sampai penjualan kartu telepon prabayar untuk sambungan internasional. Perusahaan dengan kode saham Wcom di bursa Nasdaq ini memiliki 73.000 pegawai yang tersebar di seluruh dunia. Sebanyak 8.300 di antaranya adalah pegawai yang tinggal di Eropa, Timur Tengah, dan Afrika. Skandal WorldCom mencuat setelah perusahaan ini mengaku telah mengembungkan keuntungannya hingga US$ 3,9 milyar pada periode Januari 2001 dan Maret 2002. Pada tahun 2001 hingga awal 2002, WorldCom memasukan US$ 3,9 milyar dollar AS yang merupakan biaya operasi normal ke dalam pos investasi. Hal ini memungkinkan perusahaan tersebut menekan biaya selama bertahun-tahun.
Dengan hilangnya pos biaya operasional ini, maka pos keuntungan menjadi lebih besar karena biaya yang seharusnya mengurangi keuntungan sudah diperkecil. Dengan keuntungan yang terlihat besar, maka akan menunjukkan bahwa kinerja WorldCom sangat bagus. Saham WorldCom yang dicatatkan di bursa tahun 1999 pada harga US$ 62, langsung anjlok 94 persen sejak Januari 2002 akibat mencuatnya skandal tersebut. Selain itu setelah perginya pendiri dan chief executive officer WorldCom, Bernie Ebbers, pada bulan April 2002, skandal lainnya mencuat. Diketahui Ebbers meminjam jutaan dollar AS (US$ 400 juta) dari perusahaan tersebut untuk menanggung kelebihan harga yang harus dibayarnya untuk saham-saham perusahaan itu sendiri.
Pada akhir tahun 2000 hingga pertengahan tahun 2002, pemerintah AS mengklaim Ebbers mengintimidasi CFO (chief financial officer) Scott Sullivan untuk menutupi pengeluaran yang tidak terkontrol yang mencapai miliaran dolar dan menyebutnya sebagai pendapatan yang tidak selayaknya. "Ia adalah WorldCom dan WorldCom adalah Ebbers. Ia membangun perusahaan itu. Ia melarikan diri, tentu ia yang harus bertanggung jawab atas kebocoran itu," ujar Jaksa William Johnson kepada juri.
Namun pengacara Ebbers membantah bahwa kebocoran itu adalah tanggung jawab Sullivan. Sebelumnya Sullivan yang bertindak sebagai saksi dari pihak pemerintah mengatakan bahwa Ebbers menginstruksikan dirinya untuk mencatatkan jumlah ke dalam neraca hingga memenuhi ekspektasi Wall Street. Jaksa Agung AS Alberto Gonzales menyebut keputusan ini sebagai 'kemenangan bagi sistem hukum'. Gonzales mengatakan, juri telah mengenali bahwa kecurangan itu ditimbulkan dari manajemen tingkat menengah hingga eksekutif puncaknya. Selain itu, Ebbers juga masih menghadapi proses pengadilan sipil termasuk tuntutan dari perusahaan yang telah menjamin US$ 400 juta pinjaman prbadinya. Sementara itu 12 mantan direktur perusahaan termasuk satu bank investasi yang menjadi underwriter dan auditor Arthur Andersen juga menghadapi pengadilan sipil dari para investor yang marah.
Kaitan kasus WorldCom dengan Etika Bisnis:
Dalam kasus WorldCom, jelas terlihat bahwa terjadi suatu tindakan yang melanggar etika bisnis dimana pihak manajemen dan pemilik WorldCom melakukan suatu itikad bisnis yang tidak baik. Manajemen WorldCom dengan sengaja memalsukan data keuangan mereka dengan memasukan US$ 3,9 milyar dollar AS yang merupakan biaya operasi normal ke dalam pos investasi hanya untuk agar kinerja mereka terlihat bagus yang diharapkan akan dapat menarik minat investor untuk menanamkan modalnya ke perusahaan mereka. Selain itu, pemilik WorldCom, Ebbers, juga melakukan suatu tindakan yang menyimpang dari prinsip beretika dalam bisnis. Ia menyalahgunakan wewenangnya sebagai pemilik untuk memperoleh keuntungan pribadi. Ini tentunya sangat merugikan pihak lain, seperti investor dan kreditur karena mereka ditipu atas adanya praktik kecurangan yang dilakukan oleh WorldCom.
Selain itu, KAP Arthut Andersen yang seharusnya melakukan pengungkapan atas kecurangan yang dilakukan oleh WorldCom, justru bekerjasama dengan manajemen untuk menutupi kecurangan yang sebenarnya mudah dideteksi keberadaannya. KAP Arthur Endersen dalam hal ini telah melanggar kode etiknya sebagai akuntan, yaitu bertanggung jawab untuk menaikkan tingkat keandalan laporan keuangan perusahaan.
Dalam hal ini, yang bertanggungjawab dalam kasus ini adalah:
1.      Pihak manajemen perusahaan
Pihak manajemen perusahaan dengan sengaja memalsukan data keuangan mereka dengan memasukan US$ 3,9 milyar dollar AS yang merupakan biaya operasi normal ke dalam pos investasi hanya untuk agar kinerja mereka terlihat bagus.
2.      Pemilik perusahaan, yaitu Ebbers
Ebbers menyalahgunakan wewenangnya sebagai pemilik untuk memperoleh keuntungan pribadi, dengan melakukan pinjaman sebesar US$ 400 juta dan menjadikan saham perusahaan sebagai jaminannya.
3.      Auditor internal perusahaan
Auditor internal perusahaan tidak menggungkapkan kesalahan paktek-praktek akuntansi dan kecurangan akuntansi yang dilakukan manajemen perusahaan. Mengingat nilai kapitalisasi yang begitu besar dan pengaruhnya terhadap nilai pendapatan bersih dan total aktiva, harusnnya praktik ini bisa diungkap lebih cepat.
4.      Auditor eksternal perusahaan, dalam hal ini KAP Arthur Endersen
KAP Arthur Anderson tahu mengenai salah saji yang dilakukan pihak Worldcom. Karena seharusnya KAP Arthur Anderson bertugas untuk mengaudit kesalah semacam itu, apalagi kesalah ini sangat material. KAP Arthur Anderson seharusnya lebih peka terhadap kondisi keuangan Worldcom, yang dapat mengakibatkan manajemen perusahaan melakuakan hal diluar kewajaran praktek akuntansi.

Kasus Enron
Enron adalah sebuah perusahaan energi Amerika yang berbasis di Houston, Texas, Amerika Serikat. Perusahaan ini didirikan pada 1930 sebagai Northern Natural Gas Company, sebuah konsorsium dari Northern American Power and Light Company, Lone Star Gas Company, dan United Lights and Railways Corporation. Kepemilikan konsorsium ini secara bertahap dibubarkan antara  1941 hingga 1947 melalui penawaran saham kepada publik. Pada 1979, Northern Natural Gas mengorganisir dirinya sebagai perusahaan induk, Internorth, yang menggantikan Northern Natural Gas di New York Stock Exchange. Enron sebelum tahun 2001 mempekerjakan sekitar 21.000 orang pegawai dan merupakan salah satu perusahaan terkemuka di dunia dalam bidang listrik, gas alam, bubur kertas dan kertas, serta komunikasi (wikipedia.co.id).
Enron menyalahgunakan kekuatan ekonomi dan hubungan pribadi pada Arthur Andersen untuk mencapai “pendekatan agresif dalam akuntansinya”. Tim Audit Andersen yang dipimpin David Duncan kelihatannya mengakomodasi keagresifan Enron. Ketika ada akuntan Andersen yang bereaksi secara tidak simpatik terhadap upaya Enron untuk memaksimalkan laba atau untuk memanipulasinaturan akuntansi, besar kemungkinannya dia digeser dari penugasannya di Enron yang prestisius.
Sejak tahun 1998 Enron mulai mengeluh terhadap keputusan-keputuwsan yang dibuat  Professional Standards Group (PSG). Sebenarnya PSG adalah suatu lembaga kunci di Andersen yang mempunyai wewenang tertinggi menetapkan hal-hal yang berkenaan dengan kebijakan akuntansi, atau masalah-masalah yang mungkin timbul mengenai kebijakan akuntansi.
Pada 2 Desember 2001, Enron mengajukan permohonan perlindungan Chapter 11 akibat kebangkrutan yang melanda perusahaan tersebut. Kebangkrutan ini disebabkan kegagalan pada proses bisnis dan manajemen (Eiteman, dkk, 2007). Juga akibat adanya penipuan akuntansi yang sistematis, terlembaga, dan direncanakan secara kreatif (wikipedia.co.id).
Jeffrey Skilling menjelaskan kebangkrutan Enron disebabkan terganggunya proses bisnis akibat credit rating perusahaan menurun pada November 2001. Hal ini dikarenakan sebagai perusahaan trading, membutuhkan rating nilai investasi untuk melakukan perdagangan dengan perusahaan lain. Tidak ada nilai yang baik, maka tidak akan ada perdagangan (Eiteman, dkk, 2007).
Terjadinya penurunan nilai rating investasi perusahaan disebabkan hutangnya yang terlalu besar, yang sebelumnya tidak tercatat dalam neraca (off balance sheet) kemudian diklasifikasikan ulang sehingga tercatat dalam neraca (on balance sheet). Hutangnya tidak hanya sebesar $13 juta tetapi bertambah hingga sebesar $38 juta. Klasifikasi ulang dilakukan karena terdapat banyak special purpose entity (SPEs) dan kerjasama yang tidak tercatat dalam neraca yang memiliki banyak hutang. Sehingga terjadi ketidakcocokan saat dilakukan konsolidasi ulang yang kemudian menyebabkan nilai ekuitas perusahaan jatuh (Eiteman, dkk, 2007).
Meningkatnya defisit dalam arus kas perusahaan menyebabkan timbulnya masalah manajemen keuangan yang mendasar pada Enron. Pertumbuhan perusahaan membutuhkan adanya modal eksternal. Tambahan modal dapat diperoleh dari hutang baru dan ekuitas baru. Ken Lay dan Jeff Skilling, enggan untuk menerbitkan jumlah besar dari ekuitas baru. Karena akan mendilusi laba dan jumlah saham yang dipegang oleh pemegang saham.  Pilihan menggunakan utang juga terbatas, dengan tingkat utang yang tinggi menyebabkan rating Enron hanya sebesar BBB, tingkat rating yang rendah oleh lembaga pemberi rating (Eiteman, dkk, 2007).
Andrew Fastow bersama dengan asistennya membuat SPEs, alat yang digunakan dalam jasa keuangan. SPEs memiliki dua tujuan penting, pertama; menjual aset-aset yang bermasalah ke rekanan. Enron menghilangkan aset tersebut dari neraca, mengurangi tekanan akibat utang dan menyembunyikan kinerja buruk investasi. Hal ini dapat mendatangkan dana tambahan untuk membiayai kesempatan investasi baru. Kedua; memperoleh pendapatan untuk memenuhi laba yang disyaratkan oleh Wall Street.
SPEs dibiayai dari tiga sumber; (1) ekuitas dalam bentuk saham treasury, (2) ekuitas dalam bentuk minimum 3% dari aset yang berasal dari pihak ketiga yang tidak berhubungan, (3) jumlah yang besar dari utang bank. Modal ini berada pada sisi kanan neraca SPEs, akan tetapi pada sisi kiri modal digunakan untuk membeli aset dari Enron. Hal ini menyebabkan harga saham SPEs berkaitan dengan harga saham Enron. Saat saham SPEs naik, maka saham Enron ter-apresiasi. Sedangkan saat harga saham SPEs turun, maka harga saham Enron ter-depresiasi (Eiteman, dkk, 2007).
Menurunnya harga saham Enron hingga $47 per lembar saham pada bulan Juli 2001, menyebabkan investor curiga. Hal ini menyebabkan Sherron Watkins, wakil presiden Enron mencoba memperingatkan Kenneth Lay dengan membawa 6 lembar surat yang menjelaskan proses akuntan yang tidak wajar sehubungan dengan SPEs dan memperingatkan akan kecurangan proses akuntan. Akan tetapi peringatan Sherron Watkins tidak dihiraukan oleh Ken Lay, sehingga terjadilah tsunami di Enron. Harga sahamnya jatuh hingga tersisa $1 per lembar saham yang menyebabkan Enron bangkrut. Pada Bulan Februari 2002, Sherron Watkins dipanggil oleh DPR untuk menjelaskan skandal Enron, tentang aktivitas akuntansi perusahaan.
Kaitan Kasus Enron dengan Etika Bisnis:
Adapun kaitan kasus Enron dengan Etika Bisnis, jika dilihat dari Ekspektasi Masyarakat terhadap Bisnis dan Akuntansi yaitu:
Jika dilihat dari prinsip keuntungan dan etika:
Menurut teori fraud ada 3 komponen utama yang menyebabkan orang melakukan kecurangan, menipulasi, korupsi dan sebangsanya (prilaku tidak etis), yaitu opportunity; pressure; dan rationalization, ketiga hal tersebut akan dapat kita hindari melalui meningkatkan moral, akhlak, etika, perilaku, dan lain sebagainya, karena kita meyakini bahwa tindakan yang bermoral akan memberikan implikasi terhadap kepercayaan publik (public trust). Namun, hal tersebut tidak dilakukan oleh Enron, yang menjadikannya bangkrut dan hancur serta berimplikasi negatif bagi banyak pihak. Pihak yang dirugikan dari kasus ini tidak hanya investor Enron saja, tetapi terutama karyawan Enron yang menginvestasikan dana pensiunnya dalam saham perusahaan serta investor di pasar modal pada umumnya (social impact). Milyaran dolar kekayaan investor terhapus seketika dengan meluncurnya harga saham berbagai perusahaaan di bursa efek. Jika dilihat dari Agency Theory, Andersen sebagai KAP telah menciderai kepercayaan dari pihak stock holder atau principal untuk memberikan suatu fairrness information mengenai pertanggungjawaban dari pihak agent dalam mengemban amanah dari principal. Pihak agent dalam hal ini manajemen Enron telah bertindak secara rasional untuk kepentingan dirinya (self interest oriented) dengan melupakan norma dan etika bisnis yang sehat.
Dalam kasus Enron diketahui terjadinya perilaku moral hazard diantaranya manipulasi laporan keuangan dengan mencatat keuntungan 600 juta Dollar AS padahal perusahaan mengalami kerugian. Manipulasi keuntungan disebabkan keinginan perusahaan agar saham tetap diminati investor. Dalam pihak Andersen sendiri pun mengalami pergejolakan akan etika, dimana seorang staf PSG (Professional Standard Group) yaitu Carl Bass tidak diperkenankan turut campur menangani Enron, karena menentang kebijakan akuntansi yang diterapkan Enron. Sekalipun hal ini diluar tradisi Andersen, dan ditentang oleh orang-orang penting PSG, tetap saja Carl Bass tidak diperkenankan ikut campur. Akuntan Andersen yang lain juga mengalami nasib yang sama, yaitu Jennifer Stevenson dan Pattie Grutzmacher. Keduanya digeser dari bagian tertentu dalam audit Enron setelah mereka mengambil posisi yang berlawan dengan keinginan klien. Selain itu, Tim audit Enron yang dikepalai oleh David Duncan dan anggota senior dalam tim auditnya mengabaikan saran PSG dan untuk tidak menggabungkan masing-masing SPEs menjadi satu, walaupun sebenarnya di Andersen nasehat PSG tidak pernah diabaikan, dan secara umum pendapat PSG lah yang menentukan. Ketika kasus ini menyeruak, Duncan memerintahkan untuk menghancurkan seluruh dokumen Enron kecuali kertas kerja audit inti. Hal ini untuk mencari jalan keselamatan, yang tidak sesuai dengan etika.

Peran Pemerintah
Dalam masalah Enron dan Andersen, kasus ini bergaung keras karena melibatkan politisi-politisi penting. Enron mempunyai hubungan dekat dengan Presiden George Bush. Enron sejak lama menjadi pendukung keuangan Bush. Keterlibatan keuangan Enron melaampaui Gedung Putih, dan menyeret banyak kalangan dari partai Republik. Dukungan keuangannya membuka kesempatan bagi Enron untuk mendapat akses ke lembaga negara yang sensitif seperti Energy Committee-nya, yaitu Wakil Presiden Richard Cheney. Sehingga, peran pemerintah secara preventif dalam kasus ini menjadi tidak berfungsi.

3 komentar:

  1. nice post.
    kalau boleh tau ini diambil dari buku apa saja ya?soalnya saya juga sedang ada tugas mengenai bab ini
    terimakasih

    BalasHapus