BUKTI AUDIT
Sebagian besar pekerjaan auditor
independen dalam rangka memberikan pendapat atas laporan keuangan terdiri dari
usaha untuk mendapatkan dan mengevaluasi bukti audit. Ukuran keabsahan (validity)
bukti tersebut untuk tujuan audit tergantung pada pertimbangan auditor
independen, dalam hal ini bukti audit (audit evidence) berbeda dengan
bukti hukum (legal evidence) yang diatur secara tegas oleh peraturan
yang ketat. Bukti audit sangat bervariasi pengaruhnya terhadap kesimpulan yang
ditarik oleh auditor independen dalam rangka memberikan pendapat atas laporan
keuangan auditan. Relevansi, objektivitas, ketepatan waktu, dan keberadaan
bukti audit lain yang menguatkan kesimpulan, seluruhnya berpengaruh terhadap
kompetensi bukti.
Sifat Asersi
Asersi (assertion) adalah
pernyataan manajemen yang terkandung di dalam komponen laporan keuangan. Pernyataan
tersebut dapat bersifat implisit atau eksplisit serta dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:
- Keberadaan atau keterjadian (existence or occurrence).
Asersi tentang
keberadaan atau keterjadian berhubungan dengan apakah aktiva atau utang entitas
ada pada tanggal tertentu dan apakah transaksi yang dicatat telah terjadi
selama periode tertentu. Sebagai contoh, manajemen membuat asersi bahwa sediaan
produk jadi yang tercantum dalam neraca adalah tersedia untuk dijual. Begitu
pula, manajemen membuat asersi bahwa penjualan dalam laporan laba-rugi
menunjukkan pertukaran barang atau jasa dengan kas atau aktiva bentuk lain
(misalnya piutang) dengan pelanggan.
- Kelengkapan (completencess).
Asersi tentang
kelengkapan berhubungan dengan apakah semua transaksi dan akun yang seharusnya
disajikan dalam laporan keuangan telah dicantumkan di dalamnya. Sebagai contoh,
manajemen membuat asersi bahwa seluruh pembelian barang dan jasa dicatat dan
dicantumkan dalam laporan keuangan. Demikian pula, manajemen membuat asersi
bahwa utang usaha di neraca telah mencakup semua kewajiban entitas.
- Hak dan kewajiban (right and obligation).
Asersi tentang
hak dan kewajiban berhubungan dengan apakah aktiva merupakan hak entitas dan
utang merupakan kewajiban perusahaan pada tanggal tertentu. Sebagai contoh,
manajemen membuat asersi bahwa jumlah sewa guna usaha (lease) yang
dikapitalisasi di neraca mencerminkan nilai pemerolehan hak entitas atas
kekayaan yang disewaguna-usahakan (leased)
dan utang sewa guna usaha yang bersangkutan mencerminkan suatu kewajiban
entitas.
- Penilaian (valuation) atau alokasi
Asersi tentang
penilaian atau alokasi berhubungan dengan apakah komponen-komponen aktiva,
kewajiban, pendapatan dan biaya sudah dicantumkan dalam laporan keuangan pada jumlah
yang semestinya. Sebagai contoh, manajemen membuat asersi bahwa aktiva tetap
dicatat berdasarkan harga pemerolehannya dan pemerolehan semacam itu secara
sistematik dialokasikan ke dalam periode-periode akuntansi yang semestinya.
Demikian pula, manajemen membuat asersi bahwa piutang usaha yang tercantum di
neraca dinyatakan berdasarkan nilai bersih yang dapat direalisasikan.
- Penyajian dan pengungkapan (presentation and disclosure)
Asersi tentang
penyajian dan pengungkapan berhubungan dengan apakah komponen-komponen tertentu
laporan keuangan diklasifikasikan, dijelaskan, dan diungkapkan semestinya.
Misalnya, manajemen membuat asersi bahwa kewajiban-kewajiban yang
diklasifikasikan sebagai utang jangka panjang di neraca tidak akan jatuh tempo
dalam waktu satu tahun. Demikian pula, manajemen membuat asersi bahwa jumlah
yang disajikan sebagai pos luar biasa dalam laporan laba rugi diklasifikasikan
dan diungkapkan semestinya.
Kesesuaian dan
Kecukupan Bukti
Kecukupan bukti audit lebih
berkaitan dengan kuantitas bukti audit. Faktor yang mempengaruhi kecukupan
bukti audit terdiri dari:
Materialitas
Auditor harus membuat pendapat
pendahuluan atas tingkat materialitas laporan keuangan. Ada hubungan terbalik
antara tingkat materialitas dan kuantitas bukti audit yang diperlukan. Semakin
rendah tingkat materialitas, semakin banyak kuantitas bukti yang diperlukan.
Tingkat materialitas yang ditentukan rendah berarti torelable missunderstatement rendah. Rendahnya salah saji dapat
ditoleransi menuntut auditor untuk menghimpun lebih banyak bukti sehingga
auditor yakin tidak ada salah saji material yang terjadi.
Risiko audit
Ada hubungan terbalik antara
risiko audit dengan jumlah bukti yang diperlukan untuk mendukung pendapat
auditor atas laporan keuangan. Rendahnya risiko audit berarti tingginya tingkat
kepastian yang diyakini auditor mengenai ketepatan pendapatnya. Tingginya
tingkat kepastian tersebut menuntut auditor untuk menghimpun bukti yang lebih
banyak. Semakin rendah tingkat risiko audit yang dapat diterima auditor, semakin
banyak bukti audit yang diperlukan.
Faktor-Faktor Ekonomi
Auditor memilih keterbatasan
sumber daya yang digunakan untuk memperoleh bukti yang digunakan sebagai dasar
yang memadai untuk memberikan pendapat atas kewajaran laporan keuangan.
Pelaksanaan audit menghadapi kendala waktu dan biaya dalam menghimpun bukti.
Auditor harus memperhitungkan apakah setiap tambahan biaya dan waktu untuk
menghimpun bukti seimbang dengan keuntungan atau manfaat yang diperoleh melalui
kuantitas dan kuliatas bukti yang dihimpun.
Ukuran dan
Karakteristik Populasi
Auditor tidak mungkin menghimpun
dan mengevaluasi seluruh bukti yang ada untuk mendukung pendapatnya. Hal
tersebut sangat tidak efisien. Pengumpulan bukti audit pemeriksaan terhadap
bukti audit dilakukan atas dasar sampling.
Ada hubungan searah antara
besarnya populasi dengan besar sampling yang harus diambil dari populasi
tersebut. Semakin besar populasinya, semakin besar jumlah sampel bukti audit
yang harus diambil dari populasinya.
Karakteristik populasi berkaitan
dengan homogenitas atau variabilitas item individual yang menjadi anggota
populasi. Auditor memerlukan lebih banyak sampel atau informasi yang lebih kuat
atau mendukung atas populasi yang bervariasi anggotanya daripada populasi yang
seragam.
Kompetensi Bukti
Untuk dapat dikatakan kompeten,
bukti audit, terlepas bentuknya, harus sah dan relevan. Keabsahan sangat
tergantung atas keadaan yang berkaitan dengan pemerolehan bukti tersebut.
Dengan demikian penarikan kesimpulan secara umum mengenai dapat diandalkannya
berbagai macam bukti audit, tergantung pada pengecualian penting yang ada.
Namun, jika pengecualian yang penting dapat diketahui, anggapan berikut ini
mengenai keabsahan bukti audit dalam audit, meskipun satu sama lain tidak
bersifat saling meniadakan, dapat bermanfaat:
- Apabila bukti dapat diperoleh dari pihak independen di luar perusahaan, untuk tujuan audit auditor independen, bukti tersebut memberikan jaminan keandalan yang lebih daripada bukti yang diperoleh dari dalam perusahaan itu sendiri.
- Semakin efektif pengendalian intern, semakin besar jaminan yang diberikan mengenai keandalan data akuntansi dan laporan keuangan.
- Pengetahuan auditor secara pribadi dan langsung yang diperoleh melalui inspeksi fisik, pengamatan, perhitungan, dan inspeksi lebih bersifat menyimpulkan dibandingkan dengan yang diperoleh secara tidak langsung.
Kompetensi atau reliabilitas
bahan bukti yang berupa catatan akuntansi berkaitan erat dengan efektivitas
pengendalian internal klien. Semakin efektif pengendalian intern klien, semakin
kompeten catatan akuntansi yang dihasilkan. Kompetensi bukti yang berupa
informasi penguat tergantung pada beberapa faktor, yaitu:
Relevansi
Bukti yang relevan adalah bukti
yang tepat digunakan untuk suatu maksud tertentu. Sebagai contoh pengamatan
fisik persediaan yang di auditor relevan digunakan untuk menentukan keberadaan
persediaan. Namun, pengamatan fisik persediaan tidak relevan digunakan untuk
menentukan apakah persediaan tersebut benar-benar dimiliki perusahaan.
Sumber
Bukti yang diperoleh auditor
secara langsung dari pihak luar perusahaan yang independen merupakan bukti yang
paling dapat dipercaya. Bukti semacam ini memberikan tingkat keyakinan
keandalan yang lebih besar daripada yang dihasilkan dan diperoleh dari dalam
perusahaan.
Ketepatan waktu
Kriteria ini berhubungan dengan
tanggal pemakaian bukti tersebut. Ketepatan waktu sangat penting terutama dalam
verifikasi aktiva lancar, utang lancar, dan rekening laporan rugi laba terkait
karena hasilnya digunakan untuk mengetahui apakah cutoff telah dilakukan secara tepat.
Objektifitas
Bukti yang objektif lebih dapat
dipercaya dan kompeten daripada bukti subjektif. Dalam menelaah bukti
subjektif, seperti estimasi manajemen, auditor harus mempertimbangkan
kualifikasi dan integritas individu pembuat estimasi, dan menentukan ketepatan
proses pembuatan keputusan dalam membuat judgement.
Jenis Bukti Audit
Struktur Pengendalian Intern
Struktur pengendalian intern
dapat digunakan untuk mengecek ketelitian dan dapat dipercayainya data
akuntansi. Kuat dan lemahnya struktur pengendalian intern merupakan indikator
utama untuk menentukan jumlah bukti yang harus dikumpulkan. Oleh karena itu,
struktur pengendalian intern merupakan bukti yang kuat untuk menentukan dapat
atau tidaknya informasi keuangan dipercaya.
Bukti Fisik
Bukti fisik banyak dipakai dalam
verifikasi saldo berwujud terutama kas dan persediaan. Bukti ini banyak
diperoleh dalam perhitungan aktiva berwujud. Pemeriksaan langsung auditor
secara fisik terhadap aktiva merupakan cara yang paling objektif dalam
menentukan kualitas aktiva yang bersangkutan. Oleh karena itu, bukti fisik
merupakan jenis bukti yang paling bisa dipercaya.
Bukti fisik diperoleh melalui
prosedur auditing yang berupa inspeksi, penghitungan, dan observasi. Pada
umumnya, biaya memperoleh bukti fisik sangat tinggi. Bukti fisik berkaitan erat
dengan asersi keberadaan dan keterjadian, kelengkapan, dan penilaian atau
alokasi.
Catatan Akuntansi
Catatan akuntansi seperti jurnal
dan buku besar, merupakan sumber data untuk membuat laporan keuangan. Oleh
karena itu, bukti catatan akuntansi merupakan objek yang diperiksa dalam audit
laporan keuangan. Ini bukan berarti catatan akuntansi merupakan objek audit.
Objek audit adalah laporan keuangan. Tingkat dapat dipercayainya catatan akuntansi
tergantung kuat lemahnya struktur pengendalian intern.
Konfirmasi
Konfirmasi merupakan proses
pemerolehan dan penilaian suatu komunikasi langsung dari pihak ketiga sebagai
jawaban atas permintaan informasi tentang unsur tertentu yang berdampak terhadap
asersi laporan keuangan. Konfirmasi merupakan bukti yang sangat tinggi
reliabilitasnya karena berisi informasi yang berasal dari pihak ketiga secara
langsung dan tertulis. Konfirmasi sangat banyak menghabiskan waktu dan biaya.
Ada tiga jenis konfirmasi yaitu:
- Konfirmasi positif, merupakan konfirmasi yang respondennya diminta untuk menyatakan persetujuan atau penolakan terhadap informasi yang ditanyakan.
- Blank confirmation, merupakan konfirmasi yang respondenya diminta untuk mengisikan saldo atau informasi lain sebagai jawaban atas suatu hal yang ditanyakan.
- Konfirmasi negatif, merupakan konfirmasi yang respondenya diminta untuk memberikan jawaban hanya jika ia menyatakan ketidaksetujuannya terhadap informasi yang ditanyakan.
Bukti Dokumenter
Bukti dokumenter merupakan bukti
yang penting dalam audit. Menurut sumber dan tingkat kepercayaan bukti, bukti
dokumenter dapat dikelompokkan sebagai berikut:
- Bukti dokumenter yang dibuat oleh pihak luar dan dikirim kepada auditor secara langsung.
- Bukti dokumenter yang dibuat pihak luar dan dikirim kepada auditor melalui klien.
- Bukti dokumenter yang dibuat dan disimpan oleh klien.
Bukti dokumenter antara lain
meliputi notulen rapat, faktur penjualan, rekening koran bank, dan
bermacam-macam kontrak. Reliabilitas bukti dokumenter tergantung sumber
dokumen, cara memperoleh bukti, dan sifat dokumen itu sendiri. Sifat dokumen
mengacu tingkat kemungkinan terjadinya kesalahan atau kekeliruan yang
mengakibatkan kecacatan dokumen.
Bukti Surat Pernyataan Tertulis
Surat pernyataan tertulis
merupakan pernyataan yang ditandatangani seorang individu yang bertanggungjawab
dan berpengatahuan mengenai rekening, kondisi, atau kejadian tertentu. Bukti
suatu pernyataan tertulis dapat berasal dari manajemen atau organisasi klien
maupun sumber eksternal termasuk bukti dari spesialis. Representasi tertulis
yang dibuat oleh manajemen merupakan bukti yang berasal dari organisasi klien.
Surat pernyataan konsultan hukum klien, ahli teknik yang berkaitan dengan
kegiatan teknik operasional organisasi klien merupakan bukti yang berasal dari
pihak ketiga.
Penghitungan Kembali sebagai Bukti Matematis
Bukti matematis diperoleh auditor
melalui penghitungan kembali oleh auditor. Penghitungan yang di auditor
merupakan bukti audit yang bersifat kuantitatif dan matematis. Bukti ini dapat
digunakan untuk membuktikan ketelitian catatan akuntansi klien.
Bukti Lisan
Auditor dalam melaksanakan
tugasnya banyak berhubungan dengan manusia sehingga ia mempunyai kesempatan
untuk mengadakan pengajuan pertanyaan lisan. Masalah yang dapat ditanyakan
antara lain meliputi kebijakan akuntansi, lokasi dokumen dan catatan,
pelaksanaan prosedur akuntansi yang tidak lazim, kemungkinan adanya utang
bersyarat maupun piutang yang sudah lama tidak ditagih. Jawaban atas pertanyaan
yang dinyatakan merupakan bukti lisan. Bukti lisan harus dicatat dalam kertas
kerja audit.
Bukti Analitis dan Perbandingan
Bukti analitis mencakup
penggunaan rasio dan perbandingan data klien dengan anggaran atau standar
prestasi, trend industri dan kondisi ekonomi umum. Bukti analitis menghasilkan
dasar untuk menentukan kewajaran suatu pos tertentu dalam laporan keuangan.
Keandalan bukti analitis sangat tergantung pada relevansi data pembanding.
Bukti analitis meliputi juga
perbandingan atas pos-pos tertentu antara laporan keuangan tahun berjalan
dengan laporan keuangan tahun-tahun sebelumnya. Perbandingan ini dilakukan
untuk meneliti adanya perubahan yang terjadi, dan untuk menilai penyebabnya.
Bukti-bukti ini dikumpulkan pada awal audit untuk menentukan objek pemeriksaan
yang memerlukan pemeriksaan yang lebih mendalam.
Penilaian Bukti
Dalam menilai bukti audit,
auditor harus mempertimbangkan apakah tujuan audit tertentu telah tercapai.
Auditor harus secara mendalam mencari bukti audit dan tidak memihak (bias) dalam
mengevaluasinya. Dalam merancang prosedur audit untuk memperoleh bukti kompeten
yang cukup, auditor harus memperhatikan kemungkinan laporan keuangan tidak
disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Dalam
merumuskan pendapatnya, auditor harus mempertimbangkan relevansi bukti audit,
terlepas apakah bukti audit tersebut mendukung atau berlawanan dengan asersi
dalam laporan keuangan. Bila auditor masih tetap ragu-ragu untuk mempercayai
suatu asersi yang material, maka ia harus menangguhkan pemberian pendapatnya
sampai ia mendapatkan bukti kompeten yang cukup untuk menghilangkan
keraguannya, atau ia harus menyatakan pendapat wajar dengan pengecualian atau
menolak memberikan pendapat.
PROSEDUR DAN
DOKUMENTASI AUDIT
Perancangan pengujian
substantif
Auditor harus menghimpun bukti
yang cukup untuk memperoleh dasar yang memadai untuk menyatakan pendapat atas
laporan keuangan klien. Pengujian substantif menyediakan bukti mengenai
kewajaran setiap asersi laporan keuangan yang signifikan. Perancangan pengujian
substantif meliputi penentuan:
- sifat pengujian
- waktu pengujian
- dan luas pengujian substantif yang perlu untuk memenuhi tingkat risiko deteksi yang dapat diterima untuk setiap asersi.
Jenis Prosedur
Substantif
Jika tingkat risiko deteksi yang
dapat diterima rendah, maka auditor harus menggunakan prosedur yang lebih
efektif yang biasanya juga lebih mahal. Ada tiga tipe pengujian substantif yang
dapat digunakan, yaitu:
Pengujian rinci atau detail saldo
Metodologi yang digunakan oleh auditor
untuk merancang pengujian detail saldo akun beorientasi pada tujuan spesifik
audit. Pengujian detail saldo akun yang direncanakan harus memadai untuk
memenuhi setiap tujuan spesifik audit dengan memuaskan.
Metodologi perancangan pengujian detail saldo meliputi empat
tahapan, yaitu:
- Menilai materialitas dan risiko bawaan suatu akun.
- Menetapkan risiko pengendalian.
- Merancang pengujian transaksi dan prosedur analitis.
- Merancang pengujian detail saldo untuk memenuhi setiap tujuan spesifik audit secara memuaskan.
Metodologi yang digunakan untuk
merancang pengujian detail saldo tersebut, adalah sama untuk setiap akun dalam
laporan keuangan. Perancangan pengujian detail saldo pada umumnya merupakan
bagian yang paling sulit dilakukan. Hal ini disebabkan perancangan pengujian
detail saldo memerlukan pertimbangan profesional yang tinggi.
Bila diantara risiko deteksi yang
ditentukan dihubungkan dengan pengujian rinci saldo yang akan dilakukan maka
akan jelas terlihat bahwa semakin rendah tingkat risiko, semakin rinci dan
teliti tindakan yang akan diambil.
Pengujian detail transaksi
Pengujian detail transaksi dilakukan untuk menentukan:
- Ketepatan otorisasi transaksi akuntansi klien.
- Kebenaran pencatatan dan peringkasan transaksi tersebut dalam jurnal.
- Kebenaran pelaksanaan posting atas transaksi tersebut ke dalam buku besar dan buku pembantu.
Apabila auditor mempunyai
keyakinan bahwa transaksi tersebut telah dicatat dan diposting secara tepat,
maka auditor dapat meyakini bahwa saldo total buku besar adalah benar.
Pengujian detail transaksi
terutama dilakukan dengan tracing dan
vouching. Pada pengujian detail
transaksi ini, auditor mengarahkan pengujiannya untuk memperoleh temuan
mengenai ada tidaknya kesalahan yang bersifat moneter. Auditor tidak
mengarahkan pengujian detail transaksi ini untuk memperoleh temuan tentang
penyimpangan atas kebijakan dan prosedur pengendalian.
Pada pengujian detail transaksi
ini, auditor menggunakan bukti yang diperoleh untuk mencapai suatu kesimpulan
mengenai kewajaran saldo akun. Auditor biasanya menggunakan dokumen yang
tersedia pada file klien dalam pengujian ini. Efektivitas pengujian detail
transaksi tergantung pada prosedur dan dokumen yang digunakan.
Pengujian detail transaksi pada
umumnya lebih banyak menyita waktu daripada prosedur analitis. Oleh karena itu,
pengujian ini lebih banyak membutuhkan biaya daripada prosedur analitis.
Meskipun demikian, pengujian detail transaksi lebih sedikit membutuhkan biaya
daripada pengujian detail saldo.
Prosedur analitis
Prosedur analitik meliputi
perbandingan jumlah-jumlah yang tercatat atau ratio yang dihitung dari
jumlah-jumlah yang tercatat, dibandingkan dengan harapan yang dikembangkan oleh
auditor. Prosedur analitik merupakan bagian penting dalam proses audit dan
terdiri dari evaluasi terhadap informasi keuangan yang dibuat dengan
mempelajari hubungan yang masuk akal antara data keuangan yang satu dengan data
keuangan lainnya, atau antara data keuangan dengan data nonkeuangan. Prosedur
analitik mencakup perbandingan yang paling sederhana hingga model yang rumit
yang mengaitkan berbagai hubungan dan unsur data.
Asumsi dasar penerapan prosedur
analitik adalah bahwa hubungan yang masuk akal di antara data dapat diharapkan
tetap ada dan berlanjut, kecuali jika timbul kondisi yang sebaliknya. Kondisi
tertentu yang dapat menimbulkan penyimpangan dalam hubungan ini mencakup antara
lain, peristiwa atau transaksi yang tidak biasa, perubahan akuntansi, perubahan
usaha, fluktuasi acak, atau salah saji.
Pemahaman hubungan keuangan
adalah penting dalam merencanakan dan mengevaluasi hasil prosedur analitik, dan
secara umum juga menuntut dimilikinya pengetahuan tentang klien dan industri
yang menjadi tempat usaha klien. Pemahaman atas tujuan prosedur analitik dan
keterbatasannya juga penting. Oleh karena itu, identifikasi hubungan dan jenis
data yang digunakan, serta kesimpulan yang diambil apabila membandingkan jumlah
yang tercatat dengan yang diharapkan, membutuhkan pertimbangan auditor.
Prosedur analitik digunakan dengan tujuan sebagai berikut:
- Membantu auditor dalam merencanakan sifat, saat, dan lingkup prosedur audit lainnya.
- Sebagai pengujian substantif untuk memperoleh bukti tentang asersi tertentu yang berhubungan dengan saldo akun atau jenis transaksi.
- Sebagai review menyeluruh informasi keuangan pada tahap review akhir audit.
Auditor mempertimbangkan tingkat
keyakinan, jika ada, yang diinginkannya dari pengujian substantif untuk suatu
tujuan audit dan memutuskan, antara lain prosedur yang mana, atau kombinasi
prosedur mana, yang dapat memberikan tingkat keyakinan tersebut. Untuk asersi
tertentu, prosedur analitik cukup efektif dalam memberikan tingkat keyakinan
memadai. Namun, pada asersi lain, prosedur analitik mungkin tidak seefektif
atau seefisien pengujian rinci dalam memberikan tingkat keyakinan yang
diinginkan.
Efektivitas dan efisiensi yang
diharapkan dari suatu prosedur analitik dalam mengidentifikasikan kemungkinan
salah saji tergantung atas, antara lain:
- Sifat asersi.
- Kelayakan dan kemampuan untuk memprediksikan suatu hubungan.
- Ketersediaan dan keandalan data yang digunakan untuk mengembangkan harapan.
- Ketepatan harapan.
Prosedur Analitik dalam Perencanaan Audit
Tujuan prosedur analitik dalam
perencanaan audit adalah untuk membantu dalam perencanaan sifat, saat, dan
lingkup prosedur audit yang akan digunakan untuk memperoleh bukti saldo akun
atau golongan transaksi tertentu. Untuk maksud ini, prosedur analitik
perencanaan audit harus ditujukan untuk:
- Meningkatkan pemahaman auditor atas bisnis klien dan transaksi atau peristiwa yang terjadi sejak tanggal audit terakhir dan,
- Mengidentifikasi bidang yang kemungkinan mencerminkan risiko tertentu yang bersangkutan dengan audit. Jadi, tujuan prosedur ini adalah untuk mengidentifikasikan hal seperti adanya transaksi dan peristiwa yang tidak biasa, dan jumlah, rasio serta trend yang dapat menunjukkan masalah yang berhubungan dengan laporan keuangan dan perencanaan audit.
Prosedur analitik yang diterapkan
dalam perencanaan audit umumnya menggunakan data gabungan yang digunakan untuk
pengambilan keputusan di tingkat atas. Lebih lanjut kecanggihan, lingkup, dan
saat audit, yang didasarkan atas pertimbangan auditor dapat berbeda tergantung
atas ukuran dan kerumitan klien. Untuk beberapa entitas, prosedur analitik
dapat terdiri dari review atas perubahan saldo akun tahun sebelumnya
dengan tahun berjalan, dengan menggunakan buku besar atau daftar saldo (trial
balance) tahap awal yang belum disesuaikan. Sebaliknya, untuk entitas yang
lain, prosedur analitik mungkin meliputi analisis lapotan keuangan triwulan yang
ekstensif.
Program Audit
Substantif
Program audit adalah dokumen yang
memuat pernyataan tujuan audit dan rencana langkah-langkah audit (biasanya
dalam bentuk kalimat perintah) untuk mencapai tujuan audit tersebut. Contoh
tujuan audit: untuk mengetahui keberadaan barang inventaris. Langkah auditnya:
Lakukan inventarisasi fisik (stock opname)
barang inventaris, hasilnya dituangkan dalam berita acara.
Penyusunan program audit
dilakukan pada tahap persiapan dalam rangka pengujian dan pengendalian dan pada
tahap audit pendahuluan dalam rangka pengujian transaksi atau saldo-saldo atau
pengembangan temuan, sehingga dengan demikian program audit dapat dikelompokkan
menjadi:
- Program audit untuk pengujian pengendalian, yaitu program audit untuk menguji pengendalian intern (internal control) yang dijalankan manajemen terkait dengan informasi/kegiatan yang akan diaudit.
- Program audit untuk pengujian substantif (substative test). Secara sederhana program audit ini dapat dijelaskan sebagai rencana kerja untuk menguji kesesuaian informasi yang diuji dengan data pendukungnya.
Pada audit keuangan, program
audit untuk pengujian substantif dan pengujian pengendalian dapat disusun
sekaligus, terutama karena standar penyajian pos-pos laporan keuangan
sudah baku sifatnya. Tetapi pada audit operasional dan audit kepatuhan, program
audit substantif biasanya baru bisa dibuat setelah pengujian pengendalian
selesai dilaksanakan, yaitu setelah auditor mengetahui kelemahan
pengendalian/temuan sementara yang perlu diperdalam.
Ada delapan prosedur untuk melaksanakan pengujian
substantif, yaitu:
- Pengajuan pertanyaan kepada para karyawan terkait dengan kinerja tugas mereka.
- Pengamatan atau observasi terhadap personel dalam melaksanakan tugas.
- Menginspeksi dokumen dan catatan.
- Melakukan penghitungan kembali atau reperforming.
- Konfirmasi.
- Analisis.
- Tracing atau pengusutan.
- Vouching atau penelusuran.
Dokumentasi Audit
(Kertas Kerja Audit)
Fungsi dan Sifat Kertas Kerja
Kertas kerja adalah
catatan-catatan yang diselenggarakan oleh auditor tentang prosedur audit yang
ditempuhnya, pengujian yang dilakukannya, informasi yang diperolehnya, dan
simpulan yang dibuatnya sehubungan dengan auditnya. Contoh kertas kerja adalah
program audit, analisis, memorandum, surat konfirmasi, representasi, ikhtisar dari
dokumen-dokumen perusahaan, dan daftar atau komentar yang dibuat atau diperoleh
auditor. Kertas kerja dapat pula berupa data yang disimpan dalam pita magnetik,
film, atau media yang lain.
Auditor harus membuat dan
memelihara kertas kerja, yang isi maupun bentuknya harus didesain untuk
memenuhi keadaan-keadaan yang dihadapinya dalam perikatan tertentu. Informasi
yang tercantum dalam kertas kerja merupakan catatan utama pekerjaan yang telah
dilaksanakan oleh auditor dan simpulan-simpulan yang dibuatnya mengenai
masalah-masalah yang signifikan.
Kertas kerja terutama berfungsi untuk:
- Menyediakan penunjang utama bagi laporan auditor, termasuk representasi tentang pengamatan atas standar pekerjaan lapangan, yang tersirat ditunjukkan dalam laporan auditor dengan disebutkannya frasa “berdasarkan standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia”.
- Membantu auditor dalam pelaksanaan dan supervisi audit.
Faktor yang mempengaruhi
pertimbangan auditor mengenai kuantitas, bentuk, dan isi kerta kerja untuk
perikatan tertentu mencakup:
- Sifat perikatan auditor.
- Sifat laporan auditor.
- Sifat laporan keuangan, daftar, dan keterangan yang perlu bagi auditor dalam pembuatan laporan.
- Sifat dan kondisi catatan clien.
- Tingkat risiko pengendalian taksiran.
- Kebutuhan dalam keadaan tertentu untuk mengadakan supervisi dan review atas pekerjaan yang dilakukan para asisten.
Isi Kertas Kerja
Kuantitas, tipe, dan isi kertas
kerja bervariasi dengan keadaan yang dihadapi oleh auditor, namun harus cukup
memperlihatkan bahwa catatan akuntansi cocok dengan laporan keuangan atau
informasi lain yang dilaporkan serta standar pekerjaan lapangan yang dapat
diterapkan telah diamati. Kertas kerja biasanya harus berisi dokumentasi yang
memperlihatkan:
- Pekerjaan telah direncanakan dan disupervisi dengan baik, yang menujukan diamatinya standar pekerjaan lapangan yang pertama.
- Pemahaman memadai atas pengendalian intern telah diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang telah dilakukan.
- Bukti audit yang telah diperoleh, prosedur audit yang telah diterapkan, dan pengujian yang telah dilaksanakan, memberikan bukti kompeten yang cukup sebagai dasar memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan auditan, yang menujukan diamatinya standar pekerjaan lapangan ketiga.
Kepemilikan Dan
Penyimpanan Kertas Kerja
Kertas kerja adalah milik
auditor. Namun hak dan kepemilikan atas kertas kerja masih tunduk pada
pembatasan yang diatur dalam Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik yang
berkaitan dengan hubungan yang bersifat rahasia dengan klien. Seringkali kertas
kerja tertentu auditor dapat berfungsi sebagai sumber acuan bagi kliennya,
namun kertas kerja harus tidak dipandang sebagai bagian dari, atau sebagai
pengganti terhadap, catatan akuntansi klien. Auditor harus menerapkan prosedur
memadai untuk menjaga keamanan kertas kerja dan harus menyimpannya dalam
periode yang dapat memenuhi kebutuhan praktiknya dan ketentuan-ketentuan hukum
yang berlaku mengenai penyimpan dokumen.
DAFTAR REFERENSI
Halim, Abdul dan Totok Budi Santoso. 2004. Auditing 2. Yogyakarta: Uni Penerbit dan Percetakan Akademi
Manajemen Perusahaan YKPN.
IAPI. 2011. Standar
Profesional Akuntan Publik. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
Jusup, Al. Haryono. 2002. Auditing,
buku 2. Yogyakarta: Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN.
http://www.scribd.com/doc/51208226/13/A-Pengertian-dan-Jenis-Program-Audit
Tidak ada komentar:
Posting Komentar