I. Pentingnya Pengajaran Bahasa Indonesia di Perguruan Tinggi
1. Mengapa bahasa Indonesia diajarkan di perguruan tinggi?
a) Amanat GBHN menyatakan bahwa pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia perlu terus ditingkatkan serta penggunaannya secara baik, benar, dan penuh kebanggaan perlu dimasyarakatkan sehingga bahasa Indonesia menjadi wahana komunikasi yang mampu memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa serta mendukung pembangunan bangsa.
b) Bahasa Indonesia di samping mampu sebagai media komunikasi, juga harus mampu sebagai alat ekspresi diri, alat integrasi dan adaptasi sosial, dan alat kontrol sosial.
c) Kenyataan di masyarakat, masih ditemukan penyimpangan-penyimpangan dalam pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar. Hal itu tampak dalam penulisan laporan, pidato, karangan ilmiah, atau penyampaian informasi dalam media, baik elektronika maupun media cetak.
2. Adakah landasan hukumnya?
a) Landasan historis: Sumpah Pemuda 1928 terutama isi Sumpah Pemuda yang menyatakan bahwa ”kami putra dan putri Indonesia menjunjung tinggi bahasa persatuan bahasa Indonesia.
b) Landasan yuridis: UUD 1945 khususnya Bab XV, Pasal 36 yang menyatakan bahwa bahasa negara adalah bahasa Indonesia
c) Landasan Operasional: Tap II/MPR RI/1983: memberikan arahan bahwa pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia dilaksanakan dengan mewajibkan penggunaannya secara baik dan benar; Tap II/MPR RI 1988: menyatakan bahwa pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia perlu terus ditingkatkan serta penggunaannya secara baik dan benar dan penuh kebanggaan perlu dimasyarakatkan sehingga bahasa Indonesia menjadi wahana komunikasi yang mampu memperkokoh persatuan dan kesatuan serta mendukung pembangunan bangsa; dan Tap II/MPR RI 1993: menyatakan bahwa Pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia terus ditingkatkan sehingga penggunaannya secara baik dan benar serta dengan penuh rasa bangga makin menjangkau seluruh masyarakat dalam memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa serta memantapkan kepribadian bangsa.
3. Kapan bahasa Indonesia lahir?
a) Drs. I Gusti Ngurah Putrawan: bahasa Indonesia lahir pada awal abad ke-20 karena pada awal abad ke-20 pergerakan bangsa Indonesia mulai bangkit menentang penjajahan secara keseluruhan. Dalam perjuangan itu bahasa Indonesia memiliki peranan yang sangat penting.
b) Dr. Nugroho Notosusanto: bahasa Indonesia lahir pada tahun 1908 karena pada tahun tersebut rasa kebanggaan dan kebangsaan bangsa Indonesia mulai tumbuh dan berkembang hampir di seluruh kawasan nusantara.
c) Drs. Umar Yunus: bahasa Indonesia lahir saat Sumpah Pemuda 1928 mulai dikumandangkan. Pengakuan bangsa Indonesia yang menyatakan “kami putra-putri Indonesia menjunjung tinggi bahasa persatuan bahasa Indonesia jelas menunjukkan hal tersebut.
d) Prof. Dr. Slametmulyana: menyatakan bahwa bahasa Indonesia lahir sejak dikumandangkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 karena sejak itu negara Indonesia lahir.
e) Drs. C.A. Mees, seorang sarjana Belanda yang menyatakan bahwa bahasa Indonesia lahir pada 25 Juni 1918 karena pada tanggal, bulan, dan tahun tersebut bahasa Melayu mendapat pengakuan secara resmi dalam Dewan Rakyat Pemerintahan Belanda.
4. Mengapa bahasa Melayu diangkat sebagai bahasa Indonesia?
a) bahasa Melayu merupakan bahasa lingua franca di Indonesia: sebagai bahasa perhubungan dan bahasa perdagangan.
b) bahasa Melayu memiliki sistem yang sangat sederhana sehingga dengan mudah dan cepat dapat dipahami.
c) adanya kesanggupan bahasa itu menjadi bahasa kebudayaan dalam arti yang sangat luas.
d) secara psikologis hampir semua suku di Indonesia rela menerima bahasa melayu menjadi bahasa nasional.
e) potensi lain yang dimiliki oleh bahasa Melayu bersifat fleksibel dan dinamis, strukturnya sangat sederhana, daerah sebarannya sangat luas, berfungsi sebagai pemersatu, pemisah, prestise, dan kerangka acuan serta sikap pemakai bahasa yang setia, bangga, dan sadar akan norma bahasa.
5. Bagaimanakah kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia?
a) Sebagai bahasa nasional/persatuan yang berfungsi sebagai lambang kebanggaan kebangsaan, lambang identitas nasional, alat yang menghubungkan berbagai suku dengan latar belakang sosial budaya yang berbeda-beda, dan sebagai alat perhubungan antardaerah dan antarbudaya.
b) Sebagai bahasa negara/resmi yang berfungsi sebagai bahasa resmi kenegaraan, bahasa pengantar di dalam dunia pendidikan, alat perhubungan di tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksaan pembangunan nasional,sebagai bahasa resmi dalam kebudayaan dan pemanfaatan iptek.
6. Peristiwa penting dalam pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia.
a) Peristiwa tahun 1901: ejaan resmi bahasa Melayu yang dikenal dengan Ejaan Van Ophuysen dimuat dalam Kitab Logat Melayu.
b) Peristiwa 1908: pemerintah Belanda mendirikan badan penerbit buku-buku bacaan yang dikenal dengan nama Taman Bacaan Rakyat yang kemudian pada tahun 1917 menjadi Balai Pustaka.
c) Peristiwa 28 Oktober 1928: merupakan tonggak sejarah yang sangat penting dengan dikumandangkannya Sumpah Pemuda, bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan/nasional.
d)Peristiwa tahun 1933: berdirinya angkatan sasatrawan muda yang bernama Pujangga Baru yang dipimpin oleh Sutan Takdir Alisyahbana dengan menerbitkan majalah Pujangga Baru.
e)Peristiwa tahun 1938: Kongres Bahasa Indonesia I di Solo
f) Peristiwa tahun 1942—1945: pemerintah Jepang memilih bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi antara pemerintah Jepang dan rakyat Indonesia.
g) Peristiwa tahun 1945 dengan terwujudnya UUD 1945 bahasa Indonesia sebagai bahasa negara/resmi
h) Peristiwa 19 Maret 1947: diresmikannya penggunaan Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi.
i) Peristiwa tahun 1954: Kongres Bahasa Indonesia II di Medan
j) Peristiwa 16 Agustus 1972: ditetapkannya Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan.
k) Peristiwa 31 Agustus 1972: ditetapkan Pedoman Umum Pembentukan Istilah
l) Peristiwa tahun 1978: Kongres Bahasa Indonesia III di Jakarta; Kongres Bahasa Indonesia IV, V, VI masing-masing tahun 1983, 1998, 2003 di Jakarta.
II. Pemakaian Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar
1. Ragam Bahasa
Ragam: Variasi pemakaian bahasa yang timbul sebagai akibat adanya perbedaan sarana, situasi, dan norma pemakaiannya
Sarana: Sarana yang digunakan meliputi sarana lisan dan tertulis sehingga menimbulkan ragam lisan dan ragam tulis.
Perbedaan Ragam Lisan dan Ragam Tulis
a. Ragam lisan cenderung tidak lengkap, artinya informasi yang disampaikan tidak gramatika berbahasa. Kelengkapannya dijelaskan oleh intonasi, isyarat, dan situasi pembicaraan.
Contoh: “Bu berapa cabainya?”
“Seribu tujuh ratus lima puluh”.
“Bisa kurang?”
Seribu lima ratus saja Pak!”
”Kenapa dia, Anto?”
”Tahu Pak, Miring kali” (sambil menaruh jari telunjuk di dahi)
b. Ragam tulis: fungsi-fungsi gramatikal dinyatakan secara jelas dan lengkap. (fungsi subjek, predikat, objek, ejaan).
c. Ragam lisan sangat terikat dengan situasi, ruang, dan waktu, misalnya, ragam di pasar berbeda dengan ragam di sekolah.
d. Ragam tulis tidak terikat, misalnya bahasa Indonesia dalam sebuah buku oleh orang Indonesia di Amerika
e. Ragam lisan dipengaruhi oleh intonasi, tinggi rendahnya suara dan panjang pendeknya suara.
Dalam pemakaiannya di masyarakat, Ada ragam lisan yang dituliskan (dialog dalam fiksi: drama, sinetron) ada ragam tulis yang dilisankan, misalnya naskah pidato, naskah siaran berita di media elektronik.
Situasi: meliputi ragam formal (resmi) dan ragam nonformal (tak resmi).
Ciri ragam formal ditandai dengan pemakaian unsur kebahasaan yang memperlihatkan tingkat kebakuan yang tinggi, sedangkan ragam nonformal ditandai dengan pemakaian unsur kebahasaan yang memperlihatkan tingkat kebakuan yang rendah.
Bidang: ragam bahasa dapat dibedakan ragam sastra, ragam hukum, ragam kedokteran, ragam teknologi, ragam jurnalistik, ragam militer, dan ragam ekonomi
RagamLisan RagamFormal: seminar
Ragam nonformal: warung kopi
Ragam
Bahasa
Ragam Formal: makalah, skripsi
Ragam Tulis
Ragam nonformal:catatan harian
Norma: meliputi ragam baku dan ragam takbaku. Ragam baku adalah ragam bahasa yang pemakaiannya sesuai dengan kaidah bahasa (tatabahasa, kamus, ejaan, pedoman pembentukan kata dan istilah), sedangkan ragam takbaku adalah ragam bahasa yang menyimpang dari kaidah bahasa.
2. Ciri Karangan Ilmiah
a. pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar
b. mengetengahkan permasalahan dalam bidang ilmu tertentu
c. mengetengahkan permasalahan secara utuh dan lengkap: ada bagian pendahuluan, bagian pembahasan, dan bagian simpulan (saran)
d. permasalahan dibahas secara rasional dan tidak emosional
e. pengutaraan pendapat yang didukung oleh fakta
f. alur pemaparan atau analisis secara sistematis dan runut
3. Ciri Ragam Ilmiah
a. pemakaian bahasa baku
b. tidak mengandung unsur yang bersifat perasaan (subjektif) dan memberikan uraian secara objektif
c. tidak bermakna ganda
d. tidak mengandung nilai rasa yang berlebihan (bebas dari nilai rasa (konotatif) sebaliknya bersiafat denotatif.
e. Segar dan tidak membosankan (ingat variasi
kalimat)
4. Ciri Ragam Baku
a. penggunaan awalan secara eksplisit dan konsisten
b. penggunaan kata tugas secara jelas
c. penggunaan struktur logika yang tidak rancu
d. penggunaan fungsi-fungsi gramatika secara eksplisit dan konsisten
e. Penggunaan bentuk-bentuk gramatika yang tidak redundan (berlebihan).
f. menghindari bentuk-bentuk pemendekan kata/kalimat.
g. Menghindari pemakaian unsur gramatika, leksikal, dan lafal yang berbau kedaerahan
h. Penggunaan kata asapaan secara formal
i. Penggunaan pola urutan aspek + pelaku + kata kerja, misalnya akan kuambil, akan saya laksanakan, telah mereka lakukan.
j. Penggunaan bentukan terpadu, misalnya menyusahkan bukan membuat susah, dinaikkan bukan dikasih naik
5. Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar
Pandangan para pakar
1. Nugroho Notosusanto: “baik dan tidaknya suatu bahasa diukur dari tercapaitidaknya tujuan yang dimaksud dalam menggunakan alat tersebut”
2. Yos Daniel Parera: “Baik tidaknya suatu bahasa dapat dilihat dari dua sisi, yaitu tujuan dan pemakaian kaidah. Bahasa yang baik ialah bahasa yang dapat mengungkapkan pikiran secara tepat dan benar, serta kalimat yang digunakan dibentuk oleh kaidah bahasa”
3. Anton M. Moeliono:
Baik: pemanfaatan ragam yang tepat dan serasi menurut golongan penutur dan jenis pemakaian bahasa.
Benar: berbahasa bukan hanya sebagai alat komunikasi (asal mengerti), tetapi perlu menaati norma pemakaian bahasa (sesuai dengan kaidah: lafal, ejaan, tatakata, tatakalimat)
6. Ada empat Pemakaian berbahasa Indonesia yang Baik dan Benar
a. pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar: penulisan laporan, skripsi
b. pemakaian bahasa yang baik, tetapi tidak benar, misalnya dalam situasi formal: Masalah yang saya ingin tanyakan adalah sebagai berikut. Pemakaian bahasa semacam itu masih dipandang baik, tetapi susunan kalimatnya tidak benar.
c. pemakaian bahasa Indonesia yang tidak baik dan benar, misalnya ragam nonformal dipakai dalam situasi formal
d. pemakaian bahasa yang tidak baik dan tidak benar, misalnya ragam nonformal dipakai dalam karya tulis.
Jadi, berbahasa yang baik dan benar harus memperhatikan situasi pemakaiannya dan kaidah yang digunakan.
III. Pemakaian Ejaan Bahasa Indonesia
POKOK-POKOK TENTANG EJAAN BAHASA INDONESIA
1.Aktivitas Berbahasa
Berbahasa Lisan Berbahasa
Lafal Kosakata Lisan Baku
Tata Bahasa
Berbahasa Berbahasa
Nonbaku
Berbahasa Tulis Ejaan Kosakata Berbahasa
Tata Bahasa Tulis Baku
2. Ejaan dan Tataran Kebahasaan Lain
Wacana
Paragraf
Kalimat
Kata Ejaan
3. Sejarah Ejaan Bahasa Indonesia
Ejaan van Ophuysen (1901)
Sumpah Pemuda (1928)
Kongres BI I (1938)
Ejaan Soewandi (1947)
Kongres BI II (1954)
Konsep Ejaan Pembaharuan (1957)
Perjanjian Persahabatan
RI dan Malaysia (1959)
Konsep Ejaan Melindo (1959)
Konfrontasi
Kesepakatan Kerja Sama
RI dan Malaysia (1967)
Konsep Ejaan LBK
Diterima (1967)
Komunikasi Bersama Menteri P dan K
Dengan Menteri Pelajaran Malaysia (1972)
Ejaan Ejaan Bahasa Indonesia
Malaysia yang Disempurnakan
4. Ejaan yang Pernah Berlaku di Indonesia
(1) Ejaan van Ophuysen (1901)
(2) Ejaan Soewandi/Ejaan Republik (1947)
(3) Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (16 Agustus 1972)
(a) Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (27 Agustus 1975)
(b) Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (9 September 1987)
(c) Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan
(1994)
5. Faktor-Faktor Perubahan Ejaan
(1) Pertimbangan teknis: setiap fonem dilambangkan oleh satu huruf;
(2) Pertimbangan praktis: setiap pelambangan itu disesuaikan dengan keperluan;
(3) Pertimbangan ilmiah: pelambangan mencerminkan studi yang mendalam tentang kenyataan linguistik dan sosial
6. Norma-Norma Pokok EYD
(1) Pemakaian Huruf
(2) Penulisan Huruf Kapital dan Huruf Miring
(3) Penulisan Kata
(4) Penulisan Unsur Serapan
(5) Pemakaian Tanda Baca
7. Beberapa Kesalahan Umum
I.
(1) …ba
gian
(2) …masing-ma
sing
(3) …kependidi
kan
(4) … a-
tau
(5) …me
ngadakan
II.
(1) Kebijakan Link and Match adalah …
(2) …perampingan program studi di Perguruan Tinggi…
(3) …IPTEK…
(4) Dalam pandangan Hukum Adat seseorang…
(5) …adanya beban kewajiban dalam “ngayahang” bagi warga …
(6) … karena Hukum Adat maupun Awig-Awig…
(7) …dibagi tiga, yaitu Darat, Pesisir, dan Rantau.
(8) …dalam bukunya Function Grammar of English.
(9) … atraksi budaya yang dipariwisata- kan sebagai konsep …
(10) …Pertunjukan Tradisional adalah produk seni …
III.
(1) ..(polemik antar bidang harus dipikir-
kan)…
(2) … Bagaimana tatacara pengenaan sanksi …
(3)… Hanya ketidak tahuan ini …
(4) Disini bahasa sangat berperan …
(5) Disamping itu nada/cara …
(6) … teknologi pasca panen …
(7) Untuk itu didalam penyampaian …
(8) … tempat atma suci yang telah dilinggihkan.
(9) …seniman dengan dilatar belakangi…
(10) …setiap daerah memiliki ke khasan
tersendiri.
IV.
(2) …aktifitasnya sendiri…
(3) …secara teoritis…
(4) …kehilangan makna relijius dan…
(5) Hasil dari adaptasi dari makhluk…
(6) Kebudayaan didifinisikan sebagai…
(7) Polytheisme mengungkapkan…
(8) Secara subyektif dapat dikatakan…
(9) Pada jaman globalisasi ini…
(10) …sebuah essei yang membahas…
(11) …secara hirarkis memperlihatkan…
V.
(1) …
Oleh: Syahrial
(2) Bahkan jauh sebelum Baker, …
(3) Dalam kebudayaan Eropah misalnya,
periode Abad pertengahan…
(4) Namun demikian selalu ada keyakinan…
(5) Jadi perkembangan pariwisata …
(6) …khususnya Tanah Karangan Desa
dan Tanah Ayahan Desa.
(7) ...misalnya banyak dijadikan/didirikan
Home Stay, Café, Bar & Restourant, Art Shop, Hotel, Butik, Tourist Deffice, Tourist Information Centre dan lain-lainnya.
(8) Berlangsung dari tanggal 9 s/d 14
Agustus 2002.
(9) Pembatasan demikian cukup beralasan, karena kesusastraan Indonesia pada masa ini, memasuki satu lembaran baru.
(10) Kelompok non-sastra adalah berbagai khasanah…
IV Pemakaian Kata dan Istilah
Kata adalah satuan bahasa yang dapat berdiri sendiri dan terdiri atas morfem tunggal atau gabungan morfem.
Istilah kata atau gabungan kata yang dengan cermat mengungkapkan suatu makna, konsep, proses, keadaan, atau sifat yang khas dalam bidang tertentu.
1. Tata Kata
Secara umum tata kata meliputi kata dasar dan kata jadian. Kata jadian terdiri atas kata berimbuhan, kata ulang, dan kata majemuk.
(1) Pembentukan Kata Berimbuhan
a. Kaidah Pembentukan Kata Berimbuhan
(a) Imbuhan meN- dan peN- menjadi me- dan pen
Contoh: merawat, perawat
melamar, pelamar
meminum, peminum
menamai, penamaan
mewarisi, pewaris
meyakinkan, peyakinan
menganga
menyanyi, penyanyi
(b) Imbuhan meN- dan peN- menjadi mem-dan pem-
Contoh: membawa, pembawa
memandu, pemandu
memfitnah, pemfitnah
memvonis, pemvonis
(c) Imbuhan meN- dan peN- menjadi men-dan pen-
Contoh: menuduh, penuduh
mendakwa, pendakwa
mencuri, pencuri
menjual, penjual
menziarahi, penziarah
mensyukuri, pensyukuran
(d) Imbuhan meN- dan peN- menjadi meng- dan peng-
Contoh: mengarang, pengarang
mengganggu, pengganggu
menghasut, penghasut
mengkhianati, pengkhianat
mengatur, pengatur
mengekor, pengekor
menginap, penginap
mengobati, pengobatan
mengukur, pengukur
(e) Imbuhan meN- dan peN- menjadi meny- dan meny-
Contoh: menyayangi, penyayang
menyapa, penyapa
menyulap, penyulap
menyikat, penyikat
(f) Imbuhan meN- dan peN- menjadi menge- dan penge-
Contoh: mengecat, pengecat
mengebom, pengebom
mengelas, pengelas
mengepel, pengepel
mengecek, pengecek
mengetes, pengetes
b. Kecenderungan Kesalahan Pembentukan Kata
(a) Penanggalan awalan meN- dan ber-
Contoh: lantik melantik
luncurkan meluncurkan
akui mengakui
larikan melarikan
gunakan menggunakan
jumpa berjumpa
beda berbeda
hasil berhasil
renang berenang
(b) Pembentukan kata karena anggapan yang keliru
Contoh: merubah mengubah
berjoang berjuang
ilmiawan ilmuwan
rohaniawan rohaniman
gerejani gerejawi
(c) Peluluhan bunyi [c]
Contoh: menyuci mencuci
menyaci mencaci
menyicipi mencicipi
menyontoh mencontoh
menyongkel mencongkel
(d) Bunyi yang tidak diluluhkan
Contoh: mengkikis mengikis
mentaati menaati
mensukseskan menyukseskan
menterjemahkan menerjemahkan
(e) Penyengauan kata dasar
Contoh: ngantuk mengantuk
nabrak menabrak
nangis menangis
nyuap menyuap
(f) Bentuk meN- dengan kata yang bersuku Satu
Contoh: mempel mengepel
mensahkan mengesahkan
mencap mengecap
menlap mengelap
mentes mengetes
(g) Pemakaian awalan ke- yang keliru
Contoh: ketabrak tertabrak
kebawa terbawa
ketawa tertawa
keburu terburu
kebakar terbakar
(h) Pemakaian akhiran {-ir}
Contoh: mengkoordinir mengoordinasi
dilokalisir dilokalisasi
dilegalisir dilegalisasi
memproklamirkan memproklamasikan
dikonfrontirkan dikonfrontasikan
turinisasi usaha penanaman turi
lelenisasi usaha penernakan lele
neonisasi usaha pemasangan neon
pompanisasi gerakan pemasangan pompa
koranisasi usaha pemasyarakatan koran
abatesasi usaha pemasyarakatan abate
(i) Penghilangan sebagian bentuk kata
Contoh: gitu begitu
gimana bagaimana
slama selama
nggak tidak
(2) Kata Baku dan Tidak baku
Kata Baku Kata Tidak Baku
advis adfis
aerobik erobik
akuntan akountan
antre antri
arkais arkhais
asas azas
atlet atlit
ekstrem ekstrim
faksimil feksimil
Februari Pebruari
film filem
frekuensi frekwensi
formal formil
geladi bersih gladi bersih
hierarki hirarki
insaf insyaf
jadwal jadual
jumat jum`at
kabar khabar
kanker kangker
karier karir
kelola klola, lola
khawatir kuatir
khotbah khutbah, kotbah
kompleks komplek, komplex
korps korp
kongres konggres
konkret konkrit, kongkrit
kualitas kwalitas
kuantitas kwantitas
kuesioner kwesioner
kuitansi kwitansi
kurva kurve
lazim lasim
lembap lembab
manajemen managemen
mengelola melola
metode metoda
misi missi
material materiil
nakoda nakhoda
November Nopember
paruh paro
peraga praga
persen prosen
persentase prosentase
prangko perangko
sah syah
stasiun setasiun
sistem sistim
struktural strukturil
sutera sutra
syahdu sahdu
teknik tehnik
tenteram tentram
terampil trampil
trotoar trotoir
ubah rubah
wakaf wakap
wasalam wassalam
wujud ujud
zaman jaman
ziarah jiarah
(3) Pemilihan Kata
a. Kriteria Pemilihan Kata
(a) Ketepatan
Ketepatan pemilihan kata berkaitan dengan kemampuan memilih kata yang dapat mengungkapkan gagasan secara tepat dan gagasan itu dapat diterima secara tepat oleh pembaca.
Ketepatan pilihan kata dapat dicapai jika pemakai bahasa mampu memahami perbedaan:
(i) kata-kata yang bermakna denotatif dan konotatif.
Contoh: istri, bini; kambing hitam, kambing hitam
(ii) kata-kata yang bersinonim.
Contoh: kelompok, rombongan, kawanan, gerombolan
(b) Kecermatan
Kecermatan pemilihan kata berkaitan dengan kemampuan memilih kata yang memang benar-benar diperlukan untuk mengungkapkan gagasan tertentu.
Sehubungan dengan hal itu, perlu dicermati hal-hal berikut.
(i) penggunaan makna jamak ganda
Contoh: sejumlah desa-desa
para guru-guru
(ii)penggunaankata yang mempunyai kemiripan makna atau fungsi secara berganda.
Contoh: agar supaya
adalah merupakan
demi untuk
seperti misalnya
contohnya seperti
hanya...saja
sangat ...sekali
(iii)penggunaan makna kesalingan secara berganda.
Contoh: saling pengaruh-memengaruhi
saling pinjam-meminjam
saling tuduh-menuduh
saling pukul-memukul
Selain itu,
membahas tentang
maksud daripada
terbuat daripada
di mana
yang mana
(c) Keserasian
Keserasian pemilihan kata berkaitan dengan kemampuan menggunakan kata-kata yang sesuai dengan konteks pemakaiannya.
Contoh:
jalan agung
jaksa besar
guru raya
akbar
Beberapa Pilihan Kata yang Tidak Tepat
(a) saya, kita, dan kami
(b) kebijakan dan kebijakan
(c) mantan dan bekas
(d) jam dan pukul
(e) dari dan daripada
(f) nyaris dan hampir
(g) melempari dan melemparkan
2. Tata Istilah
Istilah adalah kata atau gabungan kata yang dengan cermat mengungkapkan makna konsep, proses, keadaan, atau sifat khas dalam bidang tertentu.
(1) Sumber Istilah
Sumber istilah meliputi (a) kosakata bahasa, baik yang lazim maupun yang tidak lazim dipakai, (b) kosakata bahasa serumpun, (c) kosakata bahasa asing dengan mengutamakan istilah bahasa Inggris yang pemakaiannya sudah internasional.
(2) Prosedur Pembentukan Istilah
Prosedur pembentukan istilah bahasa Indonesia haruslah sesuai dengan langkah-langkah dan ketentuan pada pedoman umum pembentukan istilah, seperti berikut.
a. menetapkan konsep
b. memprioritaskan kosakata bahasa Indonesia yang lazim dipakai
c. jika ketentuan (b) tidak terpenuhi gunakan bahasa Indonesia yang tidak lazim
d. gunakan kosakata dalam bahasa serumpun yang lazim dipakai
e. gunakan kosakata dalam bahasa serumpun yang tidak lazim dipakai
f. dapat menggunakan kosakata dalam bahasa asing terutama bahasa Inggris
g. dapat menggunakan kosakata dalam bahasa asing lainnya
Calon istilah yang diperoleh berdasarkan langkah b, c, d, dan e haruslah memenuhi kriteria berikut.
a. ungkapan yang paling tepat
b. ungkapan yang paling singkat
c. ungkapan yang berkonotasi baik
d. ungkapan yang sedap didengar
e.kata umum yang diberi makna khusus
Calon istilah yang diperoleh berdasarkan langkah f dan g haruslah memenuhi kriteria berikut.
a. ungkapan asing yang paling cocok
b. ungkapan asing yang paling singkat
c. ungkapan asing yang memudahkan pengalihan antarbahasa
d. ungkapan asing yang memudahkan kesepakatan.
Di samping itu, dalam pembentukan istilah melalui penyerapan dan penerjemahan hendaknya memenuhi kriteria berikut.
e. ungkapan asing dengan arti umum diterjemahkan dengan arti umum
f. ungkapan yang berhubungan diterjemahkan dengan bersistem
Secara skematis prosedur pembentukan istilah dapat digambarkan berikut ini.
Konsep
Kriteria
Kata dalam bahasa Indonesia a.
b.
c.
Kata dalam bahasa serumpun d.
e.
Kata dalam bahasa Inggris Melalui Kriteria a. Penyerapan a.
b. penerjemahan b.
c. penyerapan c.
Kata dalam bahasa asing lainnya dan penerjemahan d.
e.
f.
(3) Pengindonesiaan Istilah Asing
Pengindonesiaan istilah asing dilakukan melalui tiga jalur, yaitu (1) jalur penyerapan, (2) jalur penerjemahan, dan (3) jalur penyerapan dan penerjemahan
a. Jalur Penyerapan
Penyerapan istilah asing ke dalam bahasa Indonesia adalah pengindonesiaan istilah asing dengan menyerap istilah asing dengan (a) penyesuaian lafal dan (b) ejaan bahasa Indonesia.
Contoh:
chromosome kromosom
volume volume
formal formal
study studi
accountancy akuntansi
accountant akuntan
accumulation akumulasi
active investor investor aktif
administration administrasi
asset aset
audit audit
fluctuation fluktuasi
internal transaction transaksi internal
inventory inventaris
voucher vaucer
b. Jalur Penerjemahan
expert pakar
edit sunting
event peristiwa
establish mapan
baby sister pramusiwi
ambiguous taksa, mendua ambigu
appearance penampilan
accessory pelengkap
absurd aneh, ganjil
announcer pewara
expose singkap
list senarai
masterpiece adikarya
monitor pantau
monitoring pemantauan
pavilion anjungan
pub kedai
snack kudapan
supervisor penyelia
transliteration alih aksara
translation alih bahasa
transcription alih tulis
tissue selampai
after-salesservice layanan pascajual arrearage tunggakan
basic rate tarif dasar
basic price harga dasar
branch office kantor cabang
capital market pasar modal
closing balance saldo akhir
credit risk risiko kredit
customer service layanan pelanggan
financial institution lembaga keuangan
foreign exchange valuta asing
go public masuk bursa service cost biaya layanan
service fee uang jasa
working capital modal kerja
wholesale grosir
c. Jalur Gabungan Penyerapan dan Penerjemahan
active stock saham aktif
financial transaction transaksi keuangan
foreign investmen investasi asing
health insurance asuransi kesehatan
life insurance asuransi jiwa
subdivision subbagian
note book buku catatan
sales promotion promosi penjualan
sales distribution distribusi penjualan
stock exchange bursa efek
subsidiary anak perusahaan
Beberapa istilah yang enak didengar dan yang tidak enak didengar
Yang enak didengar Yang tidak
pramuria hostes
tunasusila pelacur
tunarungu tuli
tunakarya penganggur
pramuwisma PRT
pramuniaga pelayan toko
pramusiwi pengasuh anak/bayi
pramunikmat tukang pijat
Beberapa istilah yang dianjurkan dan yang tidak dianjurkan
Yang dianjurkan Yang tidak
anus lubang pantat
feces tinja
urin air kencing
amputasi pemotongan bagian tubuh
oksigen zat asam
energi tenaga, kekuatan
V. Pemakaian Kalimat
1. Pengertian
Kalimat adalah rangkaian kata yang dapat dapat mengungkapkan gagasan, perasaan, atau pikiran yang relatif lengkap. Kalimat merupakan satuan bahasa terkecil yang merupakan kesatuan pikiran. Dalam bahasa lisan ditandai dengan kesenyapan dan diakhiri oleh kesenyapan final, sedangkan dalam bahasa tulis diawali dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda baca, seperti titik, tanda tanya, atau tanda seru.
Contoh
(1) Rumah itu bagus.
(2) Rumah itu bagus?
(3) Rumah itu bagus!
(4) Rumah bagus itu dipugar oleh pemiliknya.
Bandingkan dengan:
(1) Rumah bagus itu
(2) Rumah yang bagus itu
(3) Rumah bagus yang terletak di sudut jalan yang pintu pagarnya sering terkunci itu.
(4) Rumah bagus yang sedang dipugar oleh pemiliknya.
2. Ciri Kalimat
Bentuk sekurang-kurangnya sebuah kalimat harus mengandung unsur subjek dan unsur predikat
Unsur-unsur yang berupa subjek dan predikat itu dapat dipertukarkan posisinya. Subjek atau predikat dapat diketahui dari jawaban atas pertanyaan apa atau siapa dan mengapa atau bagaimana
Makna sebuah kalimat harus mengandung informasi yang relatif lengkap.
Berterima sebuah kalimat harus berterima dari norma sosial
Cermati kalimat berikut.
(1) Pembangunan di Bali untuk menyejahterakan masyarakat Bali.
(2) Dalam pertemuan itu dihadiri oleh para guru se-Bali
(3) Pada kesempatan itu Gubernur Bali, Made Mangku Pastika mengatakan, kerja sama antarinstansi pemerintah perlu terus ditingkatkan.
(4) Dia bilang...; Dia mengatakan...; Dia mengatakan bahwa...
3. Pola dasar Kalimat Bahasa Indonesia
Sebuah kalimat (ragam formal) harus mengandung kelengkapan unsur, tuntas atau utuh dari segi makna, dan berterima dari segi sosial budaya masyarakat pemakainya. Bahasa Indonesia mempunyai. Ditinjau dari segi fungsinya, kalimat bahasa Indonesia terdiri atas unsur subjek, predikat, objek, pelengkap, dan keterangan.
Ciri Subjek
*jawaban atas pertanyaan apa atau siapa
*umumnya, berupa nomina
*disertai pewatas keterangan yang
*disertai kata ini atau itu
*tidak didahului kata depan
Ciri Predikat
*jawaban atas pertanyaan mengapa atau bagaimana
*dapat didahului dengan keterangan aspek: sudah, belum, sedang
*dapat diingkarkan dengan tidak/bukan
*tidak disertai pewatas keterangan yang
Ciri Objek
* kehadirannya tidak wajib
* berupa kata nomina
*berada di belakang predikat
*tidak didahului kata depan
*dapat menjadi subjek dalam kalimat pasif
*terdapat dal;am kalimat yang predikatnya berupa kata kerja transitif
Ciri Pelengkap
*kehadirannya bersifat wajib
*pelengkap tidak dapat menduduki subjek karena kalimatnya tidak dapat dipasifkan
Ciri Keterangan
*kehadirannya tidak wajib
*posisinya dapat dipindah-pindahkan: di awal, ditengah, dan di akhir kalimat
Singkatnya, pola dasar kalimat bahasa Indonesia terdiri atas empat pola dasar, yaitu:
(1) Subjek-Predikat
Contoh: Ayah pergi
(2) Subjek-Predikat-Objek
Contoh: Ibu membeli lauk-pauk
(3) Subjek Predikat-Pelengkap
Contoh: Indonesia berdasarkan Pancasila
(4) Subjek-Predikat-Objek-Pelengkap
Contoh: Ibu membuatkan ayah secangkir kopi
Unsur keterangan dapat ditambahkan pada setiap pola dasar tersebut.
Ciri Pola Dasar Kalimat
*berupa kalimat tunggal
*terdiri atas subjek dan predikat
*selalu diawali dengan subjek
*dapat dikembangkan menjadi kalimat luas
4. Kalimat Tunggal dan Kalimat Majemuk
Berdasarkan pola pembentukannya, kalimat bahasa Indonesia dapat dibedakan menjadi dua jenis kalimat, yaitu kalimat tunggal dan kalimat majemuk
4.1 Kalimat Tunggal
Kalimat tunggal adalah kalimat yang hanya terdiri atas satu pola dasar, yakni kalimat yang berpola SP, SPO, SPOPel, atau SPOPel. Betapapun panjangnya sebuah kalimat—jika hanya mempunyai sebuah pola dasar—tetap disebut sebagai kalimat tunggal.
4.2 Kalimat Majemuk
Kalimat majemuk adalah kalimat yang terdiri atas dua pola dasar atau lebih. Kalimat majemuk dapat dipilah menjadi dua, yaitu kalimat majemuk setara dan kalimat majemuk bertingkat.
4.2.1 Kalimat Majemuk Setara
Kalimat majemuk setara adalah kalimat majemuk yang unsur-unsurnya memiliki kedudukan setara atau sederajat. Kalimat majemuk setara dapat ditandai dengan ungkapan penghubung kesetaraan yang digunakan, yaitu: dan, atau, lalu, kemudian, tetapi, melainkan, dan sedangkan.
4.2.2 Kalimat Majemuk Bertingkat
Kalimat majemuk bertingkat yang sering disebut kalimat majemuk tidak setara merupakan kalimat yang unsur-unsurnya pembentuknya mempunyai kedudukan yang tidak sederajat, bagian yang satu berkedudukan sebagai bagian inti (induk nkalimat) dan bagian lain yang berupa bagian noninti (anak kalimat). Kalimat majemuk bertingkat ditandai dengan ungkapan penghubung yang digunakannya, seperti: jika, kalau, apabila, andaikata, sebab, karena, ketika, bahwa, agar, supaya, meskipun,dan walaupun.
5 Kalimat Efektif
1. Pengertian
Kalimat efektif adalah kalimat yang memiliki kemampuan atau tenaga untuk menimbulkan kembali gagasan-gagasan pada pikiran pendengar atau pembaca seperti yang dipikirkan oleh pembicara atau penulis. Jadi, ada dua hal yang perlu dicermati berdasarkan rumusan tersebut, yakni (1) kalimat yang secara tepat dapat mewakili gagasan atau pikiran pembicara atau penulis dan (2) kalimat-kalimat itu sanggup menimbulkan gagasan yang hampir sama tepatnya dalam pikiran pendengar atau pembaca seperti yang dipikirkan oleh pembicara atau penulis.
2. Syarat Kalimat Efektif
a. Kesatuan
b. Kepaduan (koherensi)
c. kehematan
d. Kesejajaran
e. Ketegasan (penekanan)
f. Kevariasian
g. Kelogisan
2.1 Kesatuan
Sebuah kalimat dikatakan efektif apabila terpenuhinya syarat kesatuan gagasan. Ciri kesatuan gagasan tercermin pada adanya fungsi subjek dan predikat sebagai syarat minimal kalimat. Secara praktis, kesatuan gagasan diwakili oleh fungsi subjek dan fungsi predikat.
Kesatuan gagasan meliputi kesatuan tunggal, gabungan, pilihan, dan kesatuan yang mengandung pertentangan.
Contoh:
(1) Penduduk desa itu mendapat penjelasan tentang kesehatan.
(2) Ayah membaca koran dan Ibu memasak di dapur.
(3) Anda boleh menyusul saya ke ruangan dosen atau tunggu saya di luar sebentar saja.
(4) Kakak bekerja di perusahan garmen, tetapi ia tidak senang dengan lingkungan kerja di perusahaan itu.
Kalimat-kalimat yang tidak memenuhi syarat kesatuan
a) Fungsi Subjek tidak jelas
b) Fungsi subjek ganda
c) Predikat tidak jelas (tidak berpredikat)
d) Fungsi subjek dan predikat tidak ada (kalimat buntung)
e) Penanda fungsi keterangan dihilangkan
2.2 Kepaduan (Koherensi)
Syarat kepaduan ditandai oleh keselarasan hubungan antar fungsi yang satu dengan fungsi yang lain. Artinya, adanya keselarasan antar fungsi akibat kepaduan hubungan timbal balik yang baik dan jelas antarfungsi kalimat, misalnya, keselarasan hubungan antara subjek dan predikat, keselarasan antara predikat dan objek, serta keselarasan antara predikat dan pelengkap.
2.3 Kehematan
Syarat kehematan ditandai dengan penggunaan unsur-unsur kalimat yang hemat dan tidak berlebihan (mubazir). Kehematan meliputi pemakaian kata yang hemat dan tepat, baik dari pembentukannya maupun pilihan kata yang digunakannya.
2.4 Kesejajaran
Syarat kesejajaran dalam kalimat meliputi kesejajaran antara gagasan yang diungkapkan (makna) dan bentuk bahasa sebagai sarana pengungkap gagasan itu. Adanya kesejajaran makna (gagasan yang diungkapkan) dan kesejajaran bentuk menyebabkan informasi yang diungkapkan menjadi mudah dipahami.
2.5 Ketegasan (penekanan)
Syarat penekanan ditandai dengan pemakaian partikel penekan, seperti lah, tah, kah, pun dalam pemakaian kalimat.
2.6 Kevariasian
Syarat kevariasian ditandai dengan pemakaian kalimat yang bervariasi, misalnya, pemakaian kalimat aktif-pasif, kalimat panjang dan kalimat pendek, pemakaian kata yang bersinonim
2.7 Kelogisan
Syarat kelogisan ditandai dengan penalaran (nalar, logika) yang mendasari kalimat. Jika kalimat tidak didasari atas penalaran yang baik, kalimat yang dibentuk akan sulit dipahami.
VI. Paragraf
1. Pengertian
2. Struktur Paragraf
3. Syarat Paragraf yang baik
4. Jenis Paragraf
5. Metode Pengembangan Paragraf
VII. Topik, Judul, dan Kerangka Karangan
1.Topik dan Judul Karangan
2.Kerangka Karangan
3.Penggolongan Karangan
(1) Menurut Bobot Isi
a. Karangan Ilmiah,
b. Semiilmiah
c. Nonilmiah
(2) Menurut Cara Penyajian
a. Deskripsi d. Persuasi
b. Eksposisi e. Narasi
c. Argumentasi
bermanfaat sekali. saran untuk jenis fontnya mungkin bisa disesuaikan lagi. biar jelas
BalasHapus