PAJAK PENGHASILAN
A. SUBYEK DAN OBYEK PAJAK DAN PENGECUALIANNYA
1.
Subyek Pajak dan Pengecualian Subyek
Pajak
Subyek Pajak Penghasilan adalah segala
sesuatu yang mempunyai potensi untuk memperoleh penghasilan dan menjadi sasaran
untuk dikenakan PPh.
Berdasarkan UU No. 36 Tahun 2008 tentang
Pajak Penghasilan, yang merupakan subyek pajak adalah:
a.
Orang
pribadi, (2) Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang
berhak
b.
Badan,
terdiri dari PT, CV, perseroan lainnya, BUMN/BUMD dengan nama dan betuk apapun,
firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan,
organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi yang sejenis,
lembaga, dan bentuk badan lainnya.
c.
Bentuk
Usaha Tetap
Subyek pajak dapat dibedakan menjadi:
1.
Subyek
pajak dalam negeri yang terdiri dari:
1.
Subyek
pajak orang pribadi, yaitu:
·
Orang
pribadi yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus
delapan puluh tiga) hari (tidak harus berturut-turut) dalam jangka waktu 12
(dua belas) bulan, atau
·
Orang
pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat
bertempat tinggal di Indonesia.
2.
Subyek
pajak badan, yaitu badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.
3.
Subyek
pajak warisan, yaitu warisan yang belum dibagi sebagai satu kesatuan,
menggantikan yang berhak.
2.
Subyek
pajak luar negeri yang terdiri dari:
a.
Subyek
pajak orang pribadi, yaitu orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di
Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh
tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan yang:
·
menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
·
dapat
diterima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
3.
Subyek
pajak badan, yaitu badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di
Indonesia yang:
·
menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
·
dapat
menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
Perbedaan yang penting antara Wajib
Pajak dalam negeri dan Wajib Pajak luar negeri terletak dalam pemenuhan
kewajiban pajaknya, antara lain:
- Wajib Pajak dalam negeri dikenai pajak atas penghasilan baik yang diterima atau diperoleh dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, sedangkan Wajib Pajak luar negeri dikenai pajak hanya atas penghasilan yang berasal dari sumber penghasilan di Indonesia;
- Wajib Pajak dalam negeri dikenai pajak berdasarkan penghasilan neto dengan tarif umum, sedangkan Wajib Pajak luar negeri dikenai pajak berdasarkan penghasilan bruto dengan tarif pajak sepadan; dan
- Wajib Pajak dalam negeri wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebagai sarana untuk menetapkan pajak yang terutang dalam suatu tahun pajak, sedangkan Wajib Pajak luar negeri tidak wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan karena kewajiban pajaknya dipenuhi melalui pemotongan pajak yang bersifat final.
Tidak Termasuk sebagai Subjek Pajak
Pengecualian sebagai subjek pajak diatur dalam Pasal 3 UU No. 36 Tahun 2008, dimana dalam pasal
tersebut dikemukakan bahwa yang tidak termasuk sebagai Subjek Pajak adalah:
a.
Kantor
Perwakilan Negara Asing ;
b.
Pejabat-pejabat
perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara asing,
dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka, yang bekerja pada dan
bertempat tinggal bersama mereka, dengan syarat :
·
Bukan
Warga Negara Indonesia
·
Tidak
menerima penghasilan lain diluar tugas dan jabatannya
·
Negara
yang bersangkutan memberikan perlakuan yang sama (azas timbal balik).
c.
Organisasi-organisasi
Internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan (terakhir
dengan Kep. MK 601/KMK.03/2005, dengan syarat:
1.
Indonesia
menjadi anggota organisasi tersebut; dan
2.
Tidak
menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari
Indonesia, selain dari pemberian pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal
dari iuran para anggota.
d.
Pejabat-pejabat
perwakilan organisasi Internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri
Keuangan (sebagaimana dimaksud huruf c), dengan syarat bukan WNI, dan di
Indonesia tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan untuk memperoleh
penghasilan dari Indonesia.
Penjelasan Pasal 3 huruf (a) dan (b)
tersebut diatas, menerangkan bahwa sesuai dengan kelaziman yang berlaku secara
Internasional, bahwa badan perwakilan negara asing beserta pejabat-pejabatnya,
serta orang yang diperbantukan, serta tinggal bersama mereka dengan syarat
bukan WNI, tidak melakukan ke giatan lain, serta negara asing tersebut
memberikan perlakauan yang sama (azas timbal balik), dikecualikan sebagai
subjek pajak. Pengecualian tersebut tidak berlaku, apabila mereka memperoleh
penghasilan lain di Indonesia, diluar jabatannya atau mereka adalah WNI.
Dengan demikian apabila pejabat
perwakilan suatu negara asing, memperoleh penghasilan lain diluar jabatannya,
maka ia termasuk subjek pajak yang dapat dikenakan pajak atas penghasilan
tesebut. Namun apabila negara asal pejabat tersebut memberikan pembebasan pajak
kepada perwakilan Indonesia, atas penghasilan lain diluar tugas dan jabatannya,
maka kembali lagi berlaku azas timbal balik.
Ketentuan lebih lanjut mengenai Pasal 3
huruf (c) dan (d), diatur lebih lanjut dalam KMK seperti disebut diatas. Yang
dimaksud dengan organisasi Internasional adalah
organisasi/badan/lembaga/asosiasi /perhimpunan/forum antar pemerintah atau non
pemerintah ygbertujuan untuk meningkatkan kerjasama Internasional dan dibentuk
dengan aturan tertentu atau kesepakatan bersama, sedangkan yang dimaksud dengan
pejabat perwakilan organisasi Internasional adalah pejabat yang diangkat
langsung oleh induk organisasi Internasional yang bersangkutan untuk
menjalankan tugas atau jabatan dalam organisasi tersebut di Indonesia.
2. Obyek Pajak dan Pengecualian Obyek Pajak
Pihak yang menjadi objek pajak
penghasilan adalah penghasilan. Dilihat dari mengalirnya tambahan kemampuan
ekonomis kepada Wajib Pajak, penghasilan dapat dikelompokkan menjadi:
a.
Penghasilan
dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas seperti gaji,
honorarium, penghasilan dari praktek dokter, notaries, aktuaris, akuntan,
pengacara, dan sebagainya.
b.
Penghasilan
dari usaha dan kegiatan.
c.
Penghasilan
dari modal atau penggunaan harta seperti bunga, dividen, royalty, sewa,
keuntungan penjualan harta atau hak yang tidak digunakan untuk usaha, dan
sebagainya.
d.
Penghasilan
lain-lain, yaitu penghasilan yang tidak dapat dikelompokkan ke dalam tiga
kelompok sebelumnya, seperti keuntungan karena pembebasan utang, hadiah undian,
keuntungan karena selisih kurs valuta asing, keuntungan dari selisih lebih
penilaian kembali aktiva, dan sebagainya.
Jenis penghasilan yang dikenakan pajak atau disebut Objek
Pajak sesuai dengan Pasal 4 ayat (1) UU PPh adalah sebagai berikut:
a.
Penggantian
atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh
termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang
pension, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam
undang-undang.
b.
Hadiah
dari undian atau pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan.
c.
Laba
usaha.
d.
Keuntungan
karena penjualan atau pengalihan harta.
e.
Penerimaan
kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya.
f.
Bunga
termasuk premium, diskonto, dan imbalan lain karena jaminan pengembalian utang.
g.
Dividen,
dengan nama dan dalam bentuk apa pun (termasuk dividen dari perusahaan asuransi
kepada pemegang polis) dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.
h.
Royalti.
i.
Sewa
dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
j.
Penerimaan
atau perolehan pembayaran berkala.
k.
Keuntungan
karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah.
l.
Keuntungan
karena selisih kurs mata uang asing.
m.
Selisih
lebih karena penilaian kembali aktiva.
n.
Premi
asuransi.
o.
Iuran
yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri atas
Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.
p.
Tambahan
kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak.
Dikecualikan dari PPh menurut ketentuan
Pasal 4 ayat (3) UU No. 17 Tahun 2000 adalah:
a.
Bantuan
atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga
amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan para penerima zakat
yang berhak. 2) Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis
keturunan lurus satu derajat, dan oleh badan keagamaan atau badan pendidikan
atau badan social atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh
Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan,
kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan.
b.
Warisan.
c.
Harta
termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (1) huruf b UU PPh sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti
penyertaan modal.
d.
Penggantian
atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh
dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau pemerintah.
e.
Pembayaran
dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi
kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi
beasiswa.
f.
Dividen
atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib
Pajak Dalam Negeri, Koperasi, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik
Daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan atau berkedudukan
di Indonesia dengan syarat:
1.
Dividen
tersebut berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
2.
Bagi
perseroan terbatas, Badan Usaha Milik Negara, dan Badan Usaha Milik Daerah yang
menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling
rendah 25% dari jumlah modal yang disetor dan harus mempunyai usaha aktif di
luar kepemilikan saham tersebut.
g.
Iuran
yang diterima atau diperoleh dana pension yang pendiriannya telah disahkan
Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai.
h.
Penghasilan
dari modal yang ditanamkan oleh dana pension, dalam bidang-bidang tertentu yang
ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
i.
Bagian
laba yang diperoleh atau diterima anggota dari perseroan komanditer yang
modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan
kongsi.
j.
Bunga
obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksa dana selama 5 (lima)
tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian izin usaha.
k.
Penghasilan
yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari
badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di
Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut:
1.
Merupakan
perusahaan kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor
usaha yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
2.
Sahamnya
tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia.
B. BENTUK USAHA TETAP
1. Pengertian Bentuk Usaha Tetap
Bentuk Usaha
Tetap (BUT) adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak
bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak
lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan
dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau
melakukan kagiatan di Indonesia.
2. Obyek Pajak Bentuk Usaha Tetap
Yang menjadi objek pajak BUT , yaitu:
a.
Penghasilan
dari usaha atau kegiatan bentuk usaha tetap tersebut dan dari harta yang
dimiliki atau dikuasai,
b.
Penghasilan
kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang, atau pemberian jasa di
Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau yang dilakukan oleh bentuk
usaha tetap di Indonesia,
c.
Penghasilan
sebagaimana tersebut dalam Pasal 26 yang diterima atau diperoleh kantor pusat,
sepanjang terdapat hubungan efektif antara bentuk usaha tetap dengan harta atau
kegiatan yang memberikan penghasilan dimaksud.
3. Penghitungan Pajak Terhutang Bentuk Usaha Tetap
Penghitungan pajak terutang BUT dapat
dilihat pada contoh berikut ini.
Jumlah peredaran bruto dalam tahun pajak
2009 Rp 54.000.000.000,00. Jumlah Penghasilan Kena Pajak dalam tahun pajak 2009
Rp 4.000.000.000,00
Pajak Penghasilan yang terutang adalah:
Penghasilan Kena Pajak Rp
4.000.000.000,00
PPh Terutang:
28% x Rp 4.000.000.000,00 = Rp 1.120.000.000,00
C. BIAYA YANG BOLEH DIKURANGKAN DAN PENGECUALIANNYA
Biaya-biaya yang boleh dikurangkan dari
penghasilan bruto untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak adalah biaya
untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk biaya yang
secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha, penyusutan
atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas
pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa
manfaat lebih dari 1 tahun, iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya
disahkan Menteri Keuangan, kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang
dimiliki dan digunakan dalam perusahaan, kerugian selisih kurs mata uang asing,
biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia, biaya
beasiswa, magang, dan pelatihan, piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih
dengan syarat-syarat yang diatur dalam undang-undang, sumbangan dalam rangka
penanggulangan bencana nasional, sumbangan dalam rangka penelitian dan
pengembangan yang dilakukan di Indonesia, biaya pembangunan infrastruktur
sosial, sumbangan fasilitas pendidikan, dan sumbangan dalam rangka pembinaan
olah raga.
Sedangkan biaya-biaya yang tidak boleh
dikurangkan dari penghasilan bruto antara lain pembagian laba, biaya untuk
kepentingan pribadi, pembentukan dana cadangan yang ketentuannya diatur dalam
undang-undang, premi asuransi yang dibayar oleh WP orang pribadi, penggantian
sehubungan dengan pekerjaan dalam bentuk natura dengan pengecualian yang diatur
dalam PMK, jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayar kepada pemegang saham
atau pihak yang memiliki hubungan istimewa, hibah, bantuan atau sumbangan
kecuali yang disebut di atas, warisan, pajak penghasilan, gaji untuk anggota
persekutuan, firma, atau CV, serta sanksi administrasi.
D. KOMPENSASI KERUGIAN
Jika pengeluaran-pengeluaran yang
diperkenankan berdasarkan ketentuan pasal 6 ayat (1) UU Pajak Penghasilan
seperti tersebut di atas setelah dikurangkan dari penghasilan bruto didapat
kerugian, kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan neto atau laba
fiskal selama 5 tahun berturut-turut dimulai sejak tahun berikutnya sesudah
tahun didapatnya kerugian tersebut.
Contoh Perhitungan kompensasi kerugian:
PT. Tridewo dalam tahun 1995 menderita kerugian fiskal sebesar
Rp1.200.000.000. Dalam 5 (lima) tahun berikutnya laba rugi fiskal PT. Tridewo
sebagai berikut :
|
|
|
|
|
|
E. PENYUSUTAN, AMORTISASI, DAN REVALUASI AKTIVA
·
Penyusutan
Untuk
menghitung penyusutan, masa manfaat, dan tarif penyusutan harta berwujud
ditetapkan sebagai berikut:
Kelompok
Harta Berwujud
|
Masa Manfaat
|
Tarif
Penyusutan
|
|
Garis Lurus
|
Saldo
Menurun
|
||
I.
Bukan
Bangunan
Kelompok 1
Kelompok 2
Kelompok 3
Kelompok 4
II. Bangunan
Permanen
Tidak Permanen
|
4 tahun
8 tahun
16 tahun
20 tahun
20 tahun
10 tahun
|
25 %
12,5 %
6,25 %
5 %
5 %
10 %
|
50 %
25 %
12,5 %
10 %
|
Saat penyusutan dapat dimulai pada bulan
dilakukannya pengeluaran, pada bulan harta berwujud mulai digunakan untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan atau pada bulan harta tersebut
mulai menghasilkan (dengan izin dari Dirjen Pajak). Sedangkan untuk harta yang
masih dalam pengerjaan, penyusutannya dimulai pada bulan pengerjaan harta
tersebut selesai.
·
Amortisasi
Amortisasi atas
pengeluaran untuk memperoleh harta tak berwujud dan pengeluaran lainnya
termasuk biaya perpanjangan hak guna bangunan, hak guna usaha, hak pakai, dan goodwill yang mempunyai masa manfaat
lebih dari satu tahun dihitung dengan cara menerapkan tarif amortisasi atas
pengeluaran tersebut atau atas nilai sisa buku dan pada akhir masa manfaat
diamortisasi. Amortisasi dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali
untuk bidang usaha tertentu.
Untuk
menghitung amortisasi, masa manfaat dan tarif amortisasi ditetapkan sebagai
berikut:
Kelompok
Harta
Tak Berwujud
|
Masa Manfaat
|
Tarif
Amortisasi
|
|
Garis Lurus
|
Saldo
Menurun
|
||
Kelompok 1
Kelompok 2
Kelompok 3
Kelompok 4
|
4 tahun
8 tahun
16 tahun
20 tahun
|
25 %
12,5 %
6,25 %
5 %
|
50 %
25 %
12,5 %
10 %
|
Kelompok, metode, dan tarif amortisasi
di atas berlaku juga pada pengeluaran untuk biaya pendirian dan biaya perluasan
modal suatu perusahaan, dan pengeluaran yang dilakukan sebelum operasi
komersial yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun.
·
Revaluasi Aktiva
Perbedaan
nilai buku dengan nilai riil aktiva perusahaan dapat mengakibatkan kurang
serasinya perbandingan antara penghasilan dengan beban, dan nilai buku dengan
nilai intrinsik perusahaan. Untuk mengurangi perbedaan tersebut, kepada WP
perlu diberikan kesempatan untuk melakukan penilaian kembali aktiva tetap yang
dapat dilakukan oleh WP Badan dalam negeri yang telah memenuhi semua kewajiban
pajaknya sampai dengan masa pajak terakhir sebelum masa pajak dilakukannya
penilaian kembali.
Aktiva tetap
yang dapat dilakukan penilaian kembali adalah semua aktiva berwujud dalam
bentuk tanah, kelompok bangunan dan bukan bangunan yang tidak dimaksudkan untuk
dialihkan atau dijual yang terletak atau berada di Indonesia. Penilaian kembali
dihitung berdasarkan nilai pasar atau nilai wajar yang berlaku.
F. PENENTUAN HARGA PEROLEHAN
Pada umumnya dalam jual beli harta,
harga perolehan harta bagi pihak pembeli adalah harga yang sesungguhnya dibayar
dan harga penjualan bagi pihak penjual adalah harga yang sesungguhnya diterima.
Biaya yang dikeluarkan sepeti bea masuk, biaya pengangkutan, dan biaya
pemasangan termasuk kedalam harga perolehan. Sedangkan apabila terdapat
hubungan istimewa, harga perolehan adalah jumlah yang seharusnya diterima atau
dikeluarkan.
Nilai perolehan atau nilai penjualan
dalam hal terjadi tukar-menukar harta adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan
atau diterima berdasarkan harga pasar. Nilai perolehan atau pengalihan harta
yang dialihkan dalam rangka likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran,
pemecahan, atau pengambilalihan usaha adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan
atau diterima berdasarkan harga pasar, kecuali ditetapkan lain oleh Menteri
Keuangan. Persediaan dan pemakaian persediaan untuk penghitungan harga pokok
dinilai berdasarkan harga perolehan yang dilakukan secara rata-rata atau dengan
cara mendahulukan persediaan yang
diperoleh pertama.
G. PAJAK FINAL
Ada beberapa jenis penghasilan (objek
pajak) yang dikenakan pemotongan atau pemungutan pajak yang bersifat final.
Penghasilan yang dikenakan pemotongan atau pemungutan PPh yang bersifat final,
tetap dilaporkan dalam Surat Pemberutahuan (SPT), hanya saja jumlahnya tidak
dijumlahkan dengan penghasilan lainnya. Pajak yang sudah dipotong tidak
diperhitungkan sebagai Kredit Pajak. Beberapa penghasilan yang dikenai pajak
yang bersifat final antara lain bunga deposito, hadiah undian, penghasilan dari
transaksi saham, transaksi pengalihan harta berupa tanah/bangunan, usaha jasa
konstruksi, dan penghasilan tertentu lainnya.
H. NORMA PENGHITUNGAN
Norma penghitungan
adalah pedoman untuk menentukan besarnya penghasilan neto. Penggunaan norma
penghitungan dilakukan karena tidak terdapat dasar perhitungan yang lebih baik,
atau pembukuan diselenggarakan secara tidak benar. Orang Pribadi yang boleh menggunakan Norma Penghitungan
Penghasilan Neto:
- Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dengan peredaran bruto sebesar Rp. 1.800.000.000,00 (satu miliar delapan ratus juta rupiah) atau lebih dalam 1 (satu) tahun wajib menyelenggarakan pembukuan.
- Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dengan peredaran bruto di bawah Rp. 1.800.000.000,00 (satu miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) tahun wajib menyelenggarakan pencatatan, kecuali Wajib Pajak yang bersangkutan memilih menyelenggarakan Pembukuan.
- Wajib Pajak orang pribadi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) yang tidak memilih untuk menyelenggarakan pembukuan, menghitung penghasilan neto usaha atau pekerjaan bebasnya dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto.
Sesuai dengan UU PPh
yang baru yaitu UU Nomor 36 tahun 2008 maka sejak 1 Jan 2009 batasan
Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas yang
boleh menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan berubah dengan peredaran bruto
di bawah Rp. 1.800.000.000,00 menjadi Rp 4.800.000.000.
I. HUBUNGAN ISTIMEWA
Hubungan istimewa diantara Wajib Pajak
dapat terjadi karena ketergantungan atau keterikatan satu dengan yang lain.
Hubungan istimewa dianggap ada apabila:
1.
Wajib
Pajak mempunyai hubungan kepemilikan yang berupa penyertaan modal sebesar 25 %
atau lebih secara langsung atau tidak langsung;
2.
Wajib
Pajak menguasai Wajib Pajak lainnya atau dua atau lebih WP berada dibawah
penguasaan yang sama baik langsung maupun tidak langsung;
3.
Terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam
garis keturunan lurus dan/atau ke samping satu derajat.
Transaksi yang Dipengaruhi Hubungan Istimewa
·
Untuk
menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak tidak boleh dikurangkan jumlah yang
melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau pihak yang
memiliki hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang
dilakukan (Pasal 9 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000).
·
Menteri Keuangan berwenang mengeluarkan Surat Keputusan
mengenai besarnya perbandingan antara utang dan modal perusahaan untuk
keperluan penghitungan pajak berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000.
·
Menteri Keuangan berwenang menetapkan saat diperolehnya
dividen oleh wajib pajak dalam negeri pada badan usaha di luar negeri selain
badan usaha yang menjual sahamnya di bursa efek, sepanjang:
-
Besarnya penyertaan modal tersebut sekurang-kurangnya
50% dari jumlah saham yang disetor ; atau
-
Secara bersama-sama dengan wajib pajak dalam negeri
lainnya memiliki penyertaan modal sebesar 50% atau lebih dari jumlah saham yang
disetor.
·
Wajib pajak dalam negeri wajib menghitung dividen yang
menjadi haknya terhadap laba setelah pajak sebanding dengan penyertaannya (equity method) pada Badan Usaha di luar
negeri yang bersangkutan.
-
Pada bulan ke-4 setelah berakhirnya batas waktu
kewajiban penyampaian SPT PPh Badan Usaha di luar negeri.
-
Pada bulan ke-7 setelah tahun pajak berakhir, dalam hal
di negara yang bersangkutan tidak terdapat kewajiban penyampaian SPT PPh atau
tidak ada batas waktu penyampaian SPT PPh.
-
Apabila kemudian di bagi dividen yang melebihi jumlah
yang dihitung berdasarkan equity method
di atas, kelebihannya harus dilaporkan dalam SPT PPh pada tahun dibagikannya
dividen tersebut.
-
PPh atas dividen yang dibayar di luar negeri dapat
dikreditkan sesuai dengan Pasal 24 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 pada tahun
pajak dilakukannya pembayaran/pemotongan pajak di luar negeri tersebut.
-
Apabila sebelum batas waktu yang ditentukan di atas
dilakukan pembagian dividen yang menjadi hak wajib pajak, maka penghitungan
sesuai dengan ketentuan di atas tidak perlu dilakukan.
·
Dirjen Pajak berwenang menentukan kembali besarnya
penghasilan dan pengurangan (biaya) serta besarnya utang dan modal dalam rangka
menghitung penghasilan kena pajak bagi wajib pajak yang mempunyai hubungan
istimewa dengan wajib pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha
yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa.
·
Dirjen Pajak berwenang mengadakan perjanjian dengan
wajib pajak atau bekerjasama dengan otoritas pajak negara lain untuk menentukan
harga transaksi yang dipengaruhi hubungan istimewa selama periode tertentu dan
mengawasi pelaksanaannya serta melakukan renegosiasi setelah periode tertentu
tersebut berakhir.
DAFTAR PUSTAKA
Mardiasmo,
(2008), Perpajakan, Edisi Revisi,
Penerbit Andi Offset, Yogyakarta.
Resmi, Siti, (2007), Perpajakan Teori dan Kasus, Edisi
Ketiga, Penerbit Salemba Empat: Yogyakarta.
http://pajaktaxes.blogspot.com/2009/01/bukan-subjek-pajak.html
http://belajarpajak.com/2009/02/21/subjek-pajak-penghasilan
http://pelayanan-pajak.blogspot.com/2009/02/pengertian-subjek-pajak.html
http://www.klinik-pajak.com/2008/norma-penghitungan-penghasilan-neto.html
http://www.pajakonline.com/engine/learning/view.php?id=360
artikelnya sangat bagus menambah informasi. sayan ingin merekomendasikan komunitas pajak, pada komunitas ini terdapat informasi yang sangat bermanfaat maka dari itu silahkan klik link berikut ini http://tax.blog.gunadarma.ac.id/
BalasHapus♥ ♠ ♦ ♣ LEGENDAQQ.NET ♥ ♠ ♦ ♣
BalasHapusKami Hadirkan Permainan Baru 100% FAIR PLAY Dari Legendaqq.Net. 1 ID Untuk 8 Games :
- Domino99 - BandarQ - Poker - AduQ - Capsa Susun - Bandar Poker - Sakong Online - Bandar 66
Nikmati Bonus-Bonus Menarik Yang Bisa Anda Dapatkan Di Situs Kami LegendaQQ.Net. info Situs Resmi, Aman Dan Terpercaya ^^ Keunggulan LegendaQQ.Net :
- Tingkat Persentase Kemenangan Yang Besar
- Kartu Anda Akan Lebih Bagus
- Bonus TurnOver Atau Cashback Di Bagikan Setiap 5 Hari
- Bonus Referral Dan Extra Refferal Seumur Hidup
- Minimal Deposit & Withdraw Hanya 20.000,-
Fasilitas BANK yang di sediakan :
- BCA - Mandiri - BNI - BRI - Danamon
Tunggu Apa Lagi Guyss..
Let's Join With Us At LegendaQQ.Net ^^
Untuk info lebih jelas silahkan hubungi CS kami :
- BBM : 2AE190C9
- Facebook : Legendaqq
- WA : +855964987960