Prinsip dalam Pengambilan Keputusan yang
Beretika
Prinsip yang dapat digunakan sebagai acuan dimensi etik dalam
pengambilan keputusan, yaitu:
a.
Prinsip konsekuensi (Principle of Consequentialist)
Adalah konsep etika yang berfokus pada konsekuensi pengambilan keputusan.
Artinya keputusan dinilai etik atau tidak berdasarkan konsekuensi (dampak)
keputusan tersebut.
b.
Prinsip non-konsekuensi (Principle of Nonconsequentialist)
Terdiri dari rangkaian peraturan yang digunakan sebagai petunjuk/panduan
pengambilan keputusan etik dan berdasarkan alasan bukan akibat, antara lain:
-
Prinsip
Hak, yaitu menjamin hak asasi manusia yang berhubungan dengan kewajiban untuk
tidak saling melanggar hak orang lain.
-
Prinsip
Keadilan, yaitu keadilan yang biasanya terkait dengan isu, hak, kejujuran, dan
kesamaan. Prinsip keadilan dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu: keadilan distributif,
keadilan retributif, dan keadilan kompensatoris.
·
Keadilan
distributif, yaitu keadilan yang sifatnya menyeimbangkan alokasi benefit dan beban
antar anggota kelompok sesuai dengan kontribusi tenaga dan pikirannya terhadap
benefit.
·
Keadilan
retributif, yaitu keadilan yang terkait dengan retribution (ganti rugi) dan hukuman atas kesalahan tindakan.
·
Keadilan
kompensatoris, yaitu keadilan yang terkait dengan kompensasi bagi pihak yang
dirugikan. Kompensasi yang diterima dapat berupa perlakuan medis, pelayanan dan
barang penebus kerugian.
Apabila moral merupakan suatu pendorong orang untuk melakukan
kebaikan, maka etika bertindak sebagai rambu-rambu (sign) yang merupakan kesepakatan secara rela dari semua anggota
suatu kelompok. Dunia bisnis yang bermoral akan mampu mengembangkan etika
(patokan/rambu-rambu) yang menjamin kegiatan bisnis yang seimbang, selaras, dan
serasi. Etika sebagai rambu-rambu dalam suatu kelompok masyarakat akan dapat
membimbing dan mengingatkan anggotanya kepada suatu tindakan yang terpuji (good conduct) yang harus selalu dipatuhi
dan dilaksanakan.
Etika di dalam bisnis sudah tentu harus disepakati oleh
orang-orang yang berada dalam kelompok bisnis serta kelompok yang terkait
lainnya. Tentu dalam hal ini, untuk mewujudkan etika dalam berbisnis perlu
pembicaraan yang transparan antara semua pihak, baik pengusaha, pemerintah,
masyarakat maupun bangsa lain agar jangan hanya satu pihak saja yang
menjalankan etika sementara pihak lain berpijak kepada apa yang mereka
inginkan. Untuk menghasilkan suatu etika di dalam berbisnis yang menjamin
adanya kepedulian antara satu pihak dan pihak lain tidak perlu pembicaraan yang
bersifat global yang mengarah kepada suatu aturan yang tidak merugikan siapapun
dalam perekonomian.
Hal-Hal yang Diperhatikan dalam
Menciptakan Etika Bisnis
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menciptakan etika
bisnis, antara lain sebagai berikut:
1.
Pengendalian diri
Artinya pelaku-pelaku bisnis mampu mengendalikan diri mereka masing-masing
untuk tidak memperoleh apapun dari siapapun dan dalam bentuk apapun. Pelaku
bisnis sendiri tidak mendapatkan keuntungan dengan jalan main curang atau
memakan pihak lain dengan menggunakan keuntungan tersebut.
2.
Pengembangan tanggung jawab sosial (Social Responsibility)
Pelaku bisnis dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya
dalam bentuk "uang" dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan
lebih kompleks lagi. Artinya sebagai contoh kesempatan yang dimiliki oleh
pelaku bisnis untuk menjual pada tingkat harga yang tinggi sewaktu terjadinya excess demand harus menjadi perhatian
dan kepedulian bagi pelaku bisnis dengan tidak memanfaatkan kesempatan ini
untuk meraup keuntungan yang berlipat ganda.
Jadi, dalam keadaan excess demand
pelaku bisnis harus mampu mengembangkan dan memanifestasikan sikap tanggung
jawab terhadap masyarakat sekitarnya. Tanggung jawab sosial bisa dalam bentuk
kepedulian terhadap masyarakat di sekitarnya, terutama dalam hal pendidikan,
kesehatan, pemberian latihan keterampilan, dan lain-lain.
3.
Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya
perkembangan informasi dan teknologi
Namun demikian bukan berarti etika bisnis anti perkembangan informasi dan
teknologi, tetapi informasi dan teknologi itu harus dimanfaatkan untuk
meningkatkan kepedulian bagi golongan yang lemah dan tidak kehilangan budaya
yang dimiliki akibat adanya tranformasi informasi dan teknologi.
4.
Menciptakan persaingan yang sehat
Persaingan dalam dunia bisnis perlu untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas,
tetapi persaingan tersebut tidak mematikan yang lemah, dan sebaliknya harus
terdapat jalinan yang erat antara pelaku bisnis besar dan golongan menengah kebawah,
sehingga dengan perkembangannya perusahaan besar mampu memberikan spread effect terhadap perkembangan
sekitarnya. Untuk itu dalam menciptakan persaingan perlu ada kekuatan-kekuatan
yang seimbang dalam dunia bisnis tersebut.
5.
Menerapkan konsep pembangunan berkelanjutan
Dunia bisnis seharusnya tidak memikirkan keuntungan hanya pada saat sekarang,
tetapi perlu memikirkan bagaimana dengan keadaan di masa datang. Berdasarkan
ini jelas pelaku bisnis dituntut tidak mengeksploitasi lingkungan dan keadaan
saat sekarang semaksimal mungkin tanpa mempertimbangkan lingkungan dan keadaan
dimasa datang walaupun saat sekarang merupakan kesempatan untuk memperoleh
keuntungan besar.
6.
Menghindari Sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi)
Jika pelaku bisnis sudah mampu menghindari sikap seperti ini, kita yakin
tidak akan terjadi lagi apa yang dinamakan dengan korupsi, manipulasi dan
segala bentuk permainan curang dalam dunia bisnis ataupun berbagai kasus yang
mencemarkan nama bangsa dan negara.
7.
Mampu menyatakan yang benar itu benar
Contohnya, kalau pelaku bisnis itu memang tidak wajar untuk menerima
kredit karena persyaratan tidak bisa dipenuhi, jangan menggunakan "kata belece" dari "koneksi"
serta melakukan "kongkalikong"
dengan data yang salah. Juga jangan memaksa diri untuk mengadakan “kolusi"
serta memberikan "komisi" kepada pihak yang terkait.
8.
Menumbuhkan sikap saling percaya antar golongan pengusaha
Untuk menciptakan kondisi bisnis yang "kondusif" harus ada sikap
saling percaya (trust) antara
golongan pengusaha kuat dengan golongan pengusaha lemah, sehingga pengusaha
lemah mampu berkembang bersama dengan pengusaha lainnya yang sudah besar dan
mapan.
9.
Konsekuen dan konsisten dengan aturan main bersama
Semua konsep etika bisnis yang telah ditentukan tidak akan dapat
terlaksana apabila setiap orang tidak mau konsekuen dan konsisten dengan etika
tersebut.
10.
Memelihara kesepakatan atau menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa memiliki
terhadap apa yang telah disepakati
Jika etika ini telah dimiliki oleh semua pihak, jelas semua memberikan suatu
ketentraman dan kenyamanan dalam berbisnis.
11.
Menuangkan ke dalam hukum positif
Perlunya sebagian etika bisnis dituangkan dalam suatu hukum positif yang menjadi
peraturan perundang-undangan dimaksudkan untuk menjamin kepastian hukum dari
etika bisnis tersebut, seperti "proteksi" terhadap pengusaha lemah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar