Ekspektasi Masyarakat
terhadap Bisnis dan Akuntansi
Keuntungan dan etika
Tujuan
utama bisnis adalah mengejar keuntungan atau lebih tepatnya keuntungan adalah
hal yang pokok bagi kelangsungan bisnis, walaupun bukan merupakan tujuan
satu-satunya. Dari sudut pandang etika, keuntungan bukanlah hal yang buruk.
Pertama, keuntungan memungkinkan perusahaan bertahan dalam kegiatan bisnisnya.
Kedua, tanpa memperoleh keuntungan, tidak ada ivestor yang bersedia menanamkan
modalnya, dan karena itu tidak akan terjadi aktivitas ekonomi yang menjamin
kemakmuran nasional. Ketiga, keuntungan memungkinkan perusahaan untuk tidak
hanya bertahan melainkan juga dapat menghidupi karyawan-karyawannya.
Dalam
bisnis yang modern ini, para pelaku bisnis dituntut untuk menjadi orang-orang
yang profesional di bidangnya. Mereka dituntut mempunyai keahlian dan
keterampilan bisnis yang melebihi keterampilan dan keahlian bisnis orang
kebanyakan lainnya. Kaum profesional bisnis ini dituntut untuk memperlihatkan
kinerja tertentu yang berada diatas rata-rata kinerja pelaku bisnis amatir. Kinerja
ini tidak hanya menyangkut aspek bisnis, manajerial, dan organisasi teknis
murni, melainkan juga menyangkut aspek etis. Kinerja yang menjadi prasyarat
keberhasilan bisnis ini juga menyangkut komitmen moral, integritas moral,
disiplin, loyalitas, kesatuan visi moral, pelayanan, dan sikap mengutamakan
mutu, penghargaan terhadap hak dan kepentingan pihak-pihak terkait yang
berkepentingan (stakeholder), yang lama kelamaan akan berkembang menjadi sebuah
etos bisnis dalam sebuah perusahaan.
Tekanan ekonomi dan bisnis yang kompetitif
Dalam persaingan bisnis yang
ketat, para pelaku bisnis sadar bahwa perusahaan yang unggul bukan hanya
perusahaan perusahaan yang mempunyai kinerja bisnis yang baik, melainkan juga
perusahaan yang mempunyai kinerja etis, etos yang baik. Hanya perusahaan yang
mampu melayani kepentingan semua pihak yang berbisnis dengannya, mempertahankan
mutu, mampu memenuhi permintaan pasar dengan tingkat harga, kualitas, dan waktu
yang tepat yang akan menang. Hanya perusahaan yang mampu menawarkan barang dan
jasa sesuai dengan apa yang dianggapnya baik dan diterima masyarakat itulah
yang akan berhasil dan bertahan lama.
Hal yang paling pokok untuk bisa
untung dan bertahan dalam pasar yang penuh persaingan adalah sejauh mana suatu
perusahaan bisa merebut dan mempertahankan kepercayaan konsumen dan tentunya
ini bukanlah merupakan hal yang mudah. Karena dalam pasar yang bebas dan
terbuka, dimana beragam barang dan jasa yang ditawarkan dengan harga dan mutu
yang kompetitif, sekali konsumen merasa dirugikan mereka akan berpaling dari
perusahaan tersebut. Hal ini akan memiliki efek berantai yang mempengaruhi
konsumen lainnya sehingga lama kelamaan jika perusahaan tidak berhati-hati,
mereka akan dijauhi oleh semua konsumen dan ini sangat disadari betul oleh semua
perusahaan. Kepercayaan konsumen hanya mungkin dijaga dengan memperlihatkan
citra bisnisnya sebagai bisnis yang baik dan etis.
Pendekatan stakeholder
Pendekatan stakeholder adalah
cara mengamati dan menjelaskan secara analitis bagaimana berbagai unsur
dipengaruhi dan mempengaruhi keputusan dan tindakan bisnis. Pendekatan ini
mempunyai satu tujuan imperatif: bisnis harus dijalankan sedemikian rupa agar
hak dan kepentingan semua pihak terkait yang berkepentingan dengan suatu
kegiatan bisnis dijamin, diperhatikan, dan dihargai. Dasar pemikiran pendekatan
ini adalah bahwa semua pihak yang memiliki kepentingan dalam suatu kegiatan
bisnis terlibat didalamnya karena ingin memperoleh keuntungan, maka hak kan
kepentingan mereka harus diperhatikan dan dijamin.
Supaya bisnis dari perusahaan
dapat berhasil dan bertahan lama, perusahaan manapun dalam kegiatan bisnisnya
dituntut, atau menuntut dirinya, untuk menjamin dan menghargai hak dan
kepentingan semua pihak yang terkait dengan bisnisnya. Jika salah satu saja dari
pihak yang berkepentingan dirugikan, pihak tersebut tidak akan mau lagi
menjalankan bisnis dengan perusahaan tersebut. Bahkan, pihak yang belum
menjalin bisnis dengannya juga akan menganggap perusahaan tersebut sebagai
perusahaan yang harus diwaspadai dalam relasi bisnis selanjutnya.
Peran Pemerintah
Syarat utama untuk menjamin
sebuah sistem ekonomi pasar yang fair
dan adil adalah perlunya suatu peran pemerintah yang merupakan kombinasi dari
prinsip no-intervention, dan prinsip
campur tangan, khususnya demi menegakkan keadilan. Dalam teori Smith, peran
bahkan campur tangan pemerintah tidak ditolak sama sekali atas dasar prinsip no-harm, yaitu bahwa demi menegakkan
keadilan no-harm, pemerintah harus
campur tangan.
Karena itu, dalam sistem ekonomi
pasar, pemerintah dibatasi perannya hanya pada tingkat minimal, tetapi
sekaligus efektif. Minimal karena pemerintah dibatasi perannya hanya pada tiga
tugas utama. Pertama, tugas melindungi masyarakat dari kekerasan dan invasi
dari masyarakat merdeka lainnya; kedua, tugas melindungi, sebisa mungkin setiap
anggota masyarakat dari ketidakadilan dari setiap anggota lainnya, atau tugas
menjamin keadilan secara ketat; ketiga, tugas membangun dan mengelola
pekerjaan-pekerjaan umum tertentu dan lembaga-lembaga umum tertentu yang tidak
bisa dijalankan oleh swasta karena tidak menguntungkan, tetapi sangat berguna
bagi kehidupan bersama.
Lingkungan Etis untuk Akuntan Profesional
Timbul dan berkembangnya profesi
akuntan publik di suatu negara adalah sejalan dengan berkembangnya perusahaan
dan berbagai bentuk badan hukum perusahaan di negara tersebut. Jika
perusahaan-perusahaan di suatu negara berkembang sedemikian rupa sehingga tidak
hanya memerlukan modal dari pemiliknya, namun mulai memerlukan modal dari
kreditur, dan jika timbul berbagai perusahaan berbentuk badan hukum perseroan
terbatas yang modalnya berasal dari masyarakat, jasa akuntan publik mulai
diperlukan dan berkembang. Dari profesi akuntan publik inilah masyarakat
kreditur dan investor mengharapkan penilaian yang bebas tidak memihak terhadap
informasi yang disajikan dalam laporan keuangan oleh manajemen perusahaan.
Profesi akuntan publik menghasilkan berbagai jasa bagi
masyarakat, yaitu jasa assurance,
jasa atestasi, dan jasa nonassurance.
•
Jasa assurance
adalah jasa profesional independen yang meningkatkan mutu informasi bagi
pengambil keputusan.
Jasa atestasi adalah suatu pernyataan
pendapat, pertimbangan orang yang independen dan kompeten tentang apakah asersi
suatu entitas sesuai dalam semua hal yang material, dengan kriteria yang telah
ditetapkan. Jasa atestasi terdiri dari audit, pemeriksaan (examination), review, dan
prosedur yang disepakati (agreed upon
procedure).
•
Jasa nonassurance
adalah jasa yang dihasilkan oleh akuntan publik yang di dalamnya ia tidak
memberikan suatu pendapat, keyakinan negatif, ringkasan temuan, atau bentuk
lain keyakinan. Contoh jasa nonassurance yang dihasilkan oleh profesi akuntan
publik adalah jasa kompilasi, jasa perpajakan, jasa konsultasi.
Profesi akuntan publik
bertanggung jawab untuk menaikkan tingkat keandalan laporan keuangan
perusahaan-perusahaan, sehingga “masyarakat keuangan” memperoleh informasi
keuangan yang handal sebagai dasar untuk memutuskan alokasi sumber-sumber
ekonomi.
Belajar dari masa
Lalu Profesi Akuntansi: Kasus Enron-AA dan Worldcom
Kasus WorldCom
WorlCom merupakan perusahaan
telekomunikasi yang menyediakan berbagai macam produk di seluruh dunia seperti
data, Internet, komunikasi telepon, layanan telekonfrens melalui video, sampai
penjualan kartu telepon prabayar untuk sambungan internasional. Perusahaan
dengan kode saham Wcom di bursa Nasdaq ini memiliki 73.000 pegawai yang
tersebar di seluruh dunia. Sebanyak 8.300 di antaranya adalah pegawai yang
tinggal di Eropa, Timur Tengah, dan Afrika. Skandal WorldCom mencuat setelah
perusahaan ini mengaku telah mengembungkan keuntungannya hingga US$ 3,9 milyar
pada periode Januari 2001 dan Maret 2002. Pada tahun 2001 hingga awal 2002,
WorldCom memasukan US$ 3,9 milyar dollar AS yang merupakan biaya operasi normal
ke dalam pos investasi. Hal ini memungkinkan perusahaan tersebut menekan biaya
selama bertahun-tahun.
Dengan hilangnya pos biaya
operasional ini, maka pos keuntungan menjadi lebih besar karena biaya yang
seharusnya mengurangi keuntungan sudah diperkecil. Dengan keuntungan yang
terlihat besar, maka akan menunjukkan bahwa kinerja WorldCom sangat bagus.
Saham WorldCom yang dicatatkan di bursa tahun 1999 pada harga US$ 62, langsung
anjlok 94 persen sejak Januari 2002 akibat mencuatnya skandal tersebut. Selain
itu setelah perginya pendiri dan chief executive officer WorldCom,
Bernie Ebbers, pada bulan April 2002, skandal lainnya mencuat. Diketahui Ebbers
meminjam jutaan dollar AS (US$ 400 juta) dari perusahaan tersebut untuk
menanggung kelebihan harga yang harus dibayarnya untuk saham-saham perusahaan
itu sendiri.
Pada akhir tahun 2000 hingga
pertengahan tahun 2002, pemerintah AS mengklaim Ebbers mengintimidasi CFO (chief
financial officer) Scott Sullivan untuk menutupi pengeluaran yang tidak
terkontrol yang mencapai miliaran dolar dan menyebutnya sebagai pendapatan yang
tidak selayaknya. "Ia adalah WorldCom dan WorldCom adalah Ebbers. Ia
membangun perusahaan itu. Ia melarikan diri, tentu ia yang harus bertanggung
jawab atas kebocoran itu," ujar Jaksa William Johnson kepada juri.
Namun pengacara Ebbers membantah
bahwa kebocoran itu adalah tanggung jawab Sullivan. Sebelumnya Sullivan yang
bertindak sebagai saksi dari pihak pemerintah mengatakan bahwa Ebbers
menginstruksikan dirinya untuk mencatatkan jumlah ke dalam neraca hingga
memenuhi ekspektasi Wall Street. Jaksa Agung AS Alberto Gonzales menyebut
keputusan ini sebagai 'kemenangan bagi sistem hukum'. Gonzales mengatakan, juri
telah mengenali bahwa kecurangan itu ditimbulkan dari manajemen tingkat
menengah hingga eksekutif puncaknya. Selain itu, Ebbers juga masih menghadapi
proses pengadilan sipil termasuk tuntutan dari perusahaan yang telah menjamin
US$ 400 juta pinjaman prbadinya. Sementara itu 12 mantan direktur perusahaan
termasuk satu bank investasi yang menjadi underwriter
dan auditor Arthur Andersen juga menghadapi pengadilan sipil dari para investor
yang marah.
Kaitan kasus WorldCom dengan Etika Bisnis:
Dalam kasus WorldCom, jelas
terlihat bahwa terjadi suatu tindakan yang melanggar etika bisnis dimana pihak
manajemen dan pemilik WorldCom melakukan suatu itikad bisnis yang tidak baik.
Manajemen WorldCom dengan sengaja memalsukan data keuangan mereka dengan memasukan
US$ 3,9 milyar dollar AS yang merupakan biaya operasi normal ke dalam pos
investasi hanya untuk agar kinerja mereka terlihat bagus yang diharapkan akan
dapat menarik minat investor untuk menanamkan modalnya ke perusahaan mereka.
Selain itu, pemilik WorldCom, Ebbers, juga melakukan suatu tindakan yang
menyimpang dari prinsip beretika dalam bisnis. Ia menyalahgunakan wewenangnya
sebagai pemilik untuk memperoleh keuntungan pribadi. Ini tentunya sangat
merugikan pihak lain, seperti investor dan kreditur karena mereka ditipu atas
adanya praktik kecurangan yang dilakukan oleh WorldCom.
Selain itu, KAP Arthut Andersen
yang seharusnya melakukan pengungkapan atas kecurangan yang dilakukan oleh
WorldCom, justru bekerjasama dengan manajemen untuk menutupi kecurangan yang
sebenarnya mudah dideteksi keberadaannya. KAP Arthur Endersen dalam hal ini
telah melanggar kode etiknya sebagai akuntan, yaitu bertanggung jawab untuk
menaikkan tingkat keandalan laporan keuangan perusahaan.
Dalam hal ini, yang
bertanggungjawab dalam kasus ini adalah:
1. Pihak
manajemen perusahaan
Pihak manajemen perusahaan dengan sengaja
memalsukan data keuangan mereka dengan memasukan US$ 3,9 milyar dollar AS yang
merupakan biaya operasi normal ke dalam pos investasi hanya untuk agar kinerja
mereka terlihat bagus.
2. Pemilik
perusahaan, yaitu Ebbers
Ebbers menyalahgunakan wewenangnya sebagai
pemilik untuk memperoleh keuntungan pribadi, dengan melakukan pinjaman sebesar US$
400 juta dan menjadikan saham perusahaan sebagai jaminannya.
3. Auditor
internal perusahaan
Auditor internal perusahaan tidak
menggungkapkan kesalahan paktek-praktek akuntansi dan kecurangan akuntansi yang
dilakukan manajemen perusahaan. Mengingat nilai kapitalisasi yang begitu besar
dan pengaruhnya terhadap nilai pendapatan bersih dan total aktiva, harusnnya
praktik ini bisa diungkap lebih cepat.
4. Auditor
eksternal perusahaan, dalam hal ini KAP Arthur Endersen
KAP Arthur Anderson tahu mengenai salah saji
yang dilakukan pihak Worldcom. Karena seharusnya KAP Arthur Anderson bertugas
untuk mengaudit kesalah semacam itu, apalagi kesalah ini sangat material. KAP
Arthur Anderson seharusnya lebih peka terhadap kondisi keuangan Worldcom, yang
dapat mengakibatkan manajemen perusahaan melakuakan hal diluar kewajaran
praktek akuntansi.
Kasus Enron
Enron adalah sebuah perusahaan energi Amerika yang
berbasis di Houston, Texas, Amerika Serikat. Perusahaan ini didirikan pada 1930
sebagai Northern Natural Gas Company, sebuah konsorsium dari Northern American
Power and Light Company, Lone Star
Gas Company, dan United Lights and Railways
Corporation. Kepemilikan konsorsium ini secara bertahap dibubarkan antara 1941 hingga 1947 melalui penawaran saham
kepada publik. Pada 1979, Northern Natural Gas mengorganisir dirinya sebagai
perusahaan induk, Internorth, yang menggantikan Northern Natural Gas di New
York Stock Exchange. Enron sebelum tahun 2001 mempekerjakan sekitar 21.000
orang pegawai dan merupakan salah satu perusahaan terkemuka di dunia dalam
bidang listrik, gas alam, bubur kertas dan kertas, serta komunikasi
(wikipedia.co.id).
Enron
menyalahgunakan kekuatan ekonomi dan hubungan pribadi pada Arthur Andersen untuk
mencapai “pendekatan agresif dalam akuntansinya”. Tim Audit Andersen yang
dipimpin David Duncan kelihatannya mengakomodasi keagresifan Enron. Ketika ada
akuntan Andersen yang bereaksi secara tidak simpatik terhadap upaya Enron untuk
memaksimalkan laba atau untuk memanipulasinaturan akuntansi, besar
kemungkinannya dia digeser dari penugasannya di Enron yang prestisius.
Sejak tahun
1998 Enron mulai mengeluh terhadap keputusan-keputuwsan yang dibuat Professional Standards Group (PSG).
Sebenarnya PSG adalah suatu lembaga kunci di Andersen yang mempunyai wewenang
tertinggi menetapkan hal-hal yang berkenaan dengan kebijakan akuntansi, atau
masalah-masalah yang mungkin timbul mengenai kebijakan akuntansi.
Pada 2 Desember 2001, Enron mengajukan permohonan perlindungan
Chapter 11 akibat kebangkrutan yang melanda perusahaan tersebut. Kebangkrutan
ini disebabkan kegagalan pada proses bisnis dan manajemen (Eiteman, dkk, 2007).
Juga akibat adanya penipuan akuntansi yang sistematis, terlembaga, dan
direncanakan secara kreatif (wikipedia.co.id).
Jeffrey Skilling menjelaskan kebangkrutan Enron
disebabkan terganggunya proses bisnis akibat credit rating perusahaan menurun pada November 2001. Hal ini
dikarenakan sebagai perusahaan trading,
membutuhkan rating nilai investasi untuk melakukan perdagangan dengan
perusahaan lain. Tidak ada nilai yang baik, maka tidak akan ada perdagangan
(Eiteman, dkk, 2007).
Terjadinya penurunan nilai rating investasi perusahaan
disebabkan hutangnya yang terlalu besar, yang sebelumnya tidak tercatat dalam
neraca (off balance sheet) kemudian
diklasifikasikan ulang sehingga tercatat dalam neraca (on balance sheet). Hutangnya tidak hanya sebesar $13 juta tetapi
bertambah hingga sebesar $38 juta. Klasifikasi ulang dilakukan karena terdapat
banyak special purpose entity (SPEs)
dan kerjasama yang tidak tercatat dalam neraca yang memiliki banyak hutang.
Sehingga terjadi ketidakcocokan saat dilakukan konsolidasi ulang yang kemudian
menyebabkan nilai ekuitas perusahaan jatuh (Eiteman, dkk, 2007).
Meningkatnya defisit dalam arus kas perusahaan
menyebabkan timbulnya masalah manajemen keuangan yang mendasar pada Enron.
Pertumbuhan perusahaan membutuhkan adanya modal eksternal. Tambahan modal dapat
diperoleh dari hutang baru dan ekuitas baru. Ken Lay dan Jeff Skilling, enggan
untuk menerbitkan jumlah besar dari ekuitas baru. Karena akan mendilusi laba
dan jumlah saham yang dipegang oleh pemegang saham. Pilihan menggunakan utang juga terbatas,
dengan tingkat utang yang tinggi menyebabkan rating Enron hanya sebesar BBB,
tingkat rating yang rendah oleh lembaga pemberi rating (Eiteman, dkk, 2007).
Andrew Fastow bersama dengan asistennya membuat SPEs,
alat yang digunakan dalam jasa keuangan. SPEs memiliki dua tujuan penting,
pertama; menjual aset-aset yang bermasalah ke rekanan. Enron menghilangkan aset
tersebut dari neraca, mengurangi tekanan akibat utang dan menyembunyikan
kinerja buruk investasi. Hal ini dapat mendatangkan dana tambahan untuk
membiayai kesempatan investasi baru. Kedua; memperoleh pendapatan untuk
memenuhi laba yang disyaratkan oleh Wall Street.
SPEs dibiayai dari tiga sumber; (1) ekuitas dalam bentuk
saham treasury, (2) ekuitas dalam bentuk minimum 3% dari aset yang
berasal dari pihak ketiga yang tidak berhubungan, (3) jumlah yang besar dari
utang bank. Modal ini berada pada sisi kanan neraca SPEs, akan tetapi pada sisi
kiri modal digunakan untuk membeli aset dari Enron. Hal ini menyebabkan harga
saham SPEs berkaitan dengan harga saham Enron. Saat saham SPEs naik, maka saham
Enron ter-apresiasi. Sedangkan saat harga saham SPEs turun, maka harga saham
Enron ter-depresiasi (Eiteman, dkk, 2007).
Menurunnya harga saham Enron hingga $47 per lembar saham
pada bulan Juli 2001, menyebabkan investor curiga. Hal ini menyebabkan Sherron
Watkins, wakil presiden Enron mencoba memperingatkan Kenneth Lay dengan membawa
6 lembar surat yang menjelaskan proses akuntan yang tidak wajar sehubungan
dengan SPEs dan memperingatkan akan kecurangan proses akuntan. Akan tetapi
peringatan Sherron Watkins tidak dihiraukan oleh Ken Lay, sehingga terjadilah
tsunami di Enron. Harga sahamnya jatuh hingga tersisa $1 per lembar saham yang
menyebabkan Enron bangkrut. Pada Bulan Februari 2002, Sherron Watkins dipanggil
oleh DPR untuk menjelaskan skandal Enron, tentang aktivitas akuntansi
perusahaan.
Kaitan Kasus
Enron dengan Etika Bisnis:
Adapun kaitan kasus Enron
dengan Etika Bisnis, jika dilihat dari Ekspektasi Masyarakat terhadap
Bisnis dan Akuntansi yaitu:
Jika
dilihat dari prinsip keuntungan dan etika:
Menurut teori fraud ada 3 komponen
utama yang menyebabkan orang melakukan kecurangan, menipulasi, korupsi dan
sebangsanya (prilaku tidak etis), yaitu opportunity; pressure; dan
rationalization, ketiga hal tersebut akan dapat kita hindari melalui
meningkatkan moral, akhlak, etika, perilaku, dan lain sebagainya, karena kita
meyakini bahwa tindakan yang bermoral akan memberikan implikasi terhadap
kepercayaan publik (public trust). Namun, hal tersebut tidak
dilakukan oleh Enron,
yang menjadikannya bangkrut dan hancur serta berimplikasi negatif bagi banyak
pihak. Pihak yang dirugikan dari
kasus ini tidak hanya investor Enron saja, tetapi terutama karyawan Enron yang
menginvestasikan dana pensiunnya dalam saham perusahaan serta investor di pasar
modal pada umumnya (social impact).
Milyaran dolar kekayaan investor terhapus seketika dengan meluncurnya harga
saham berbagai perusahaaan di bursa efek. Jika dilihat dari Agency Theory,
Andersen sebagai KAP telah menciderai kepercayaan dari pihak stock holder atau
principal untuk memberikan suatu fairrness
information mengenai pertanggungjawaban dari pihak agent dalam mengemban
amanah dari principal. Pihak agent dalam hal ini manajemen Enron telah
bertindak secara rasional untuk kepentingan dirinya (self interest oriented) dengan melupakan norma dan etika bisnis
yang sehat.
Dalam kasus Enron diketahui
terjadinya perilaku moral hazard diantaranya manipulasi laporan keuangan dengan
mencatat keuntungan 600 juta Dollar AS padahal perusahaan mengalami kerugian.
Manipulasi keuntungan disebabkan keinginan perusahaan agar saham tetap diminati
investor. Dalam pihak Andersen
sendiri pun mengalami pergejolakan akan etika, dimana seorang staf PSG (Professional Standard Group) yaitu Carl
Bass tidak diperkenankan turut campur menangani Enron, karena menentang kebijakan
akuntansi yang diterapkan Enron. Sekalipun hal ini diluar tradisi Andersen, dan
ditentang oleh orang-orang penting PSG, tetap saja Carl Bass tidak
diperkenankan ikut campur. Akuntan Andersen yang lain juga mengalami nasib yang
sama, yaitu Jennifer Stevenson dan Pattie Grutzmacher. Keduanya digeser dari
bagian tertentu dalam audit Enron setelah mereka mengambil posisi yang berlawan
dengan keinginan klien. Selain itu, Tim audit Enron yang dikepalai oleh David
Duncan dan anggota senior dalam tim auditnya mengabaikan saran PSG dan untuk
tidak menggabungkan masing-masing SPEs menjadi satu, walaupun sebenarnya di
Andersen nasehat PSG tidak pernah diabaikan, dan secara umum pendapat PSG lah
yang menentukan. Ketika kasus ini menyeruak, Duncan memerintahkan untuk menghancurkan
seluruh dokumen Enron kecuali kertas kerja audit inti. Hal ini untuk mencari
jalan keselamatan, yang tidak sesuai dengan etika.
Peran Pemerintah
Dalam
masalah Enron dan Andersen, kasus ini bergaung keras karena melibatkan
politisi-politisi penting. Enron mempunyai hubungan dekat dengan Presiden
George Bush. Enron sejak lama menjadi pendukung keuangan Bush. Keterlibatan
keuangan Enron melaampaui Gedung Putih, dan menyeret banyak kalangan dari
partai Republik. Dukungan keuangannya membuka kesempatan bagi Enron untuk
mendapat akses ke lembaga negara yang sensitif seperti Energy Committee-nya, yaitu Wakil Presiden Richard Cheney. Sehingga,
peran pemerintah secara preventif dalam kasus ini menjadi tidak berfungsi.
nice post.
BalasHapuskalau boleh tau ini diambil dari buku apa saja ya?soalnya saya juga sedang ada tugas mengenai bab ini
terimakasih
izin copy terimakasih
BalasHapusizin copy juga
BalasHapus