Suatu Negara dapat mengubah atau membentuk lingkungan teknologinya melalui
investasi. Banyak negara seperti Kanada, Jerman, dan Jepang, telah berinvestasi
besar-besaran untuk infrastruktur. Misalnya untuk pembangunan jalan, sistem
komunikasi, pengairan, dan lain-lain yang lebih memudahkan produksi dan
pendistribusian produk-produk yang dihasilkan oleh perusahaan. Itu sama dengan
negara berinvestasi besar-besaran dalam modal manusia. Karena dengan
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan warga negaranya, negara akan dapat
meningkatkan produktivitas dan efesiensi tenaga kerjanya. Investasi dalam
infrastruktur dan modal manusia memungkinkan negara-negara maju terus menikmati
kemakmuran meskipun upah yang mereka bayar kepada pekerja mahal.
Sarana lain yang digunakan untuk mengubah lingkungan teknologi suatu negara
adalah alih teknologi, yaitu pemindahan teknologi dari suatu negara ke negara
lain. Beberapa negara telah mengembangkan alih teknologi dengan mendorong
penanaman modal asing. Negara-negara lain telah mengembangkan basis
teknologinya dengan meminta perusahaan-perusahaan yang sangat ingin memasuki
sumber daya atau konsumen suatu negara untuuk mengalihkan teknologinya sebagai
syarat untuk menjalankan usaha di negara tersebut. Contohnya, Arab Saudi
mengamanatkan perusahaan-perusahaan minyak yang ingin mendapatkan minyak
mentahnya merekrut dan melatih insinyur-insinyur perminyakan Saudi, yang
kemudian mereka akan mempelajari metode-metode eksplorasi dan penyedotan
tercanggih di tempat mereka bekerja.
Faktor penentu penting lingkungan teknologi suatu negara dan kemauan
perusahaan-perusahaan asing mengalihkan teknologi kepada negara tersebut adalah
perlindungan yang ditawarkan undang-undangnya bagi hak kekayaan intelektual.
Kekayaan intelektual, misalnya paten, hak cipta, merek dagang, nama merek, dan
lain-lain merupakan suatu asset penting bagi sebagian besar perusahaan
multinasional. Hal itu sering menjadi keunggulan bersaing/kompetensi inti suatu
perusahaan dalam pasar global. Negara yang memberikan perlindungan lemah
terhadap kekayaan intelektualnya akan mempunyai kemungkinan yang lebih kecil
menarik investasi asing yang padat teknologi. Perlindungan yang lemah bagi
kekayaan intelektualnya akan menyebabkan biaya tinggi bagi bisnis
internasional. Misalnya penggandaan kaset CD dan Video secara ilegal film-film
yang baru dua hari diluncurkan di bioskop-bioskop, sudah dijual di
pinggir-pinggir jalan di Malaysia, Indonesia dan Hong Kong.
Konfllik internasional sering berkembang karena undang-undang kekayaan
intelektual tidak konsisten. Contohnya, Amerika Serikat mengikuti kebijakan
paten ”yang pertama menemukan”, sebagaimana hal itu juga diikuti oleh Kanada
dan Filipina. Sistem ini memusatkan perhatian untuk melindungi hak-hak penemu
yang ”sejati”. Tetapi sistem ini juga menimbulkan banyak perkara di pengadilan
karena para pemohon paten yang sasling bersaing dan berupaya membuktikan bahwa
mereka adalahh yang pertama menemukan produk tersebut. Sistem ”yang pertama
mendaftarkan” yang dianut negara-negara lain menghindari proses pengadilan ini
dengan memberikan hak tanpa mendua kepada pemohon paten yang pertama. Namun,
hal itu juga memberi keuntungan pada kecepatan dalam pengajuan permohonan dan
lebih berpihak pada perusahaan besar yang memiliki modal lebih banyak dibanding
perusahaan lainnya yang lebih kecil.
Perbedaan praktik-praktik paten juga dapat menimbulkan konflik. Contohnya,
perusahaan-perusahaan Jepang yang cenderung mendaftarkan banyak paten, yang
mungkin masing-masing mencerminkan modifikasi kecil atas paten yang sudah ada.
Sebaliknya, undang-undang paten Amerika Serikat mensyaratkan agar
penemuan-penemuan yang dapat dipatenkan adalah harus baru, berguuna dan jelas.
Inilah yang sering menimbulkan sengketa dagang antara Amerika Serikat dan
Jepang atas penggunaan apa yang sering disebut membanjirnya paten
perusahaan-perusahaan Jepang. Dengan adanya banjir paten, maka suatu perusahaan
akan mengajukan permohonan paten untuk perbaikan teknik tipis dan kecil
terhadap paten-paten pesaing yang sudah ada. Akibatnya pesaing-pesaing sulit
mengembangkan teknologinya sendiri tanpa harus melanggar kekayaan intelektual
pihak-pihak yang mengakibatkan banjir paten tersebut.
Pendaftaran merek-merek dagang dan nama merek juga dapat menimbulkan
perrsoalan bagi bisnis-bisnis internasional. Kebanyakan negara mengikuti
pendekatan ”yang pertama mendaftarkan” yang sering memberi kemungkinan
disalahgunakan oleh pihak asing. Suatu perusahaan mungkin mempopulerkan merek dagang
atau nama dagang dalam pasar negara asalnya, tetapi mereka menemukan bahwa saat
mereka mencoba mengekspor produknya ke negara lain, pengusaha lain telah
mengajukan hak kekayaan intelektualnya di negara yang dituju itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar