1. CICILAN PAJAK
Pajak Penghasilan Pasal 25, selanjutnya disingkat PPh Pasal
25 merupakan angsuran PPh yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk
setiap bulan dalam tahun pajak berjalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 UU
No. 7 tahun 1983 sebagiamana diubah terakhir dengan UU No 36 tahun 2008 tentang
Pajak Penghasilan. Pembayaran angsuran setiap bulan itu sendiri dimaksudkan
untuk meringankan beban Wajib Pajak dalam membayar pajak yang terutang. Angsuran
Pajak Penghasilan Pasal 25 tersebut dapat dijadikan sebagai kredit pajak
terhadap pajak yang terutang atas seluruh penghasilan Wajib Pajak pada akhir
tahun pajak yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak
Penghasilan.PPh Pasal 25 harus dibayarkan/disetorkan paling lambat pada tanggal
15 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir. Sementara untuk penyampaian
SPT Masa PPh Pasal 25 paling lambat 20 hari setelah masa pajak berakhir.
1.1 Penghitungan Angsuran PPh Pasal 25
Besarnya angsuran PPh Pasal 25 harus dihitung sesuai dengan
ketentuan. Pada umumnya, cara menghitung PPh Pasal 25 didasarkan kepada data
SPT Tahunan tahun sebelumnya. Artinya, kita mengasumsikan bahwa penghasilan
tahun ini sama dengan penghasilan tahun sebelumnya. Tentu saja nanti akan ada
perbedaan dengan kondisi sebenarnya ketika tahun pajak sekarang sudah
berakhir. Selisih tersebutlah yang kita bayar sebagai kekurangan pajak
akhir tahun. Kekurangan bayar akhir tahun ini biasa dinamakan PPh Pasal 29. Apabila
selisihnya menunjukkan lebih bayar, maka kondisi ini dinamakan restitusi atau
Wajib Pajak meminta kelebihan pembayaran pajak yang telah dilakukan.Besarnya
angsuran pajak dalam tahun berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak
untuk setiap bulan (PPh Pasal 25 ayat 1) adalah sebesar PPh yang terutang
menurut SPT Tahunan PPh Tahun Pajak yang lalu dikurangi dengan:
a.
PPh
yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan pasal 23 serta
b.
PPh
yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam PPh Pasal 22; dan
c.
PPh
yang dibayar/terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana
dimaksud dalam PPh Pasal 24, dibagi dua belas atau banyaknya bulan dalam bagian
tahun pajak.
Penghitungan tersebut dibedakan menjadi dua, yaitu bagi Wajib
Pajak pribadi dan Wajib Pajak badan.
Contoh penghitungan angsuran PPh Pasal
25 ayat 1 bagi Wajib Pajak orang pribadi:
Pajak Penghasilan yang terutang untuk tuan Ali berdasarkan
SPT Tahunan PPh tahun 2009 sebesar Rp 50.000.000,00. Pajak yang telah dipotong
atau dipungut oleh pihak ketiga serta yang terutang atau dibayar di luar negeri
dalam tahun 2009 adalah sebagai berikut:
·
Pemotongan
PPh Pasal 21 melalui pemberi kerja sebesar Rp 15.000.000,00
·
Pemotongan
PPh Pasal 22 oleh pihak lain sebesar Rp 10.000.000,00
·
Pemotongan
PPh Pasal 23 oleh penyelenggara kegiatan sebesar Rp 2.500.000,00
·
Pembayaran
pajak di luar begeri sebesar Rp 7.500.000,00 seluruhnya dapat dikreditkan
(sebagai PPh Pasal 24)
Angsuran PPh Pasal 25 ayat 1 untuk tahun 2010 adalah:
PPh terutang berdasar SPT tahunan PPh tahun 2009 Rp 50.000.000,00
Kredit pajak:
PPh Pasal 21 Rp 15.000.000,00
PPh Pasal 22 Rp 10.000.000,00
PPh Pasal 23 Rp 2.500.000,00
PPh Pasal 24 Rp 7.500.000,00
Total kredit pajak Rp
35.000.000,00 –
Dasar penghitungan angsuran Rp
15.000.000,00
Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib
Pajak setiap bulan (PPh Pasal 25 ayat 1) dalam tahun 2010 adalah:
Rp
15.000.000,00 : 12 = Rp
1.250.000,00
Contoh penghitungan angsuran PPh Pasal
25 ayat 1 bagi Wajib Pajak padan:
Pajak Penghasilan yang terutang untuk PT Merdeka berdasarkan
SPT Tahunan PPh tahun 2009 sebesar Rp 125.000.000,00. Pajak yang telah dipotong
atau dipungut oleh pihak ketiga serta yang terutang atau dibayar di luar negeri
dalam tahun 2009 adalah sebagai berikut:
·
Pemotongan
PPh Pasal 22 oleh pihak lain sebesar Rp 30.000.000,00
·
Pemotongan
PPh Pasal 23 oleh penyelenggara kegiatan sebesar Rp 15.000.000,00
·
Pajak
penghasilan yang dibayar di luar negeri sebesar Rp 42.500.000,00 tetapi
berdasarkan ketentuan yang dapat dikreditkan (PPh Pasal 24) sebesar Rp
40.000.000,00
Angsuran PPh Pasal 25 ayat 1 untuk tahun 2010 adalah:
PPh terutang berdasar SPT tahunan PPh tahun 2009 Rp 125.000.000,00
Kredit pajak:
PPh Pasal 22 Rp 30.000.000,00
PPh Pasal 23 Rp 15.000.000,00
PPh Pasal 24 Rp 40.000.000,00
Total kredit pajak Rp 85.000.000,00 –
Dasar penghitungan angsuran Rp
40.000.000,00
Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib
Pajak setiap bulan (PPh Pasal 25) dalam tahun 2010 adalah:
Rp 40.000.000,00
: 12 = Rp 5.000.000,00
1.2 Angsuran PPh Pasal 25 Jika Terdapat Kompensasi Kerugian
Kompensasi
kerugian adalah kompensasi kerugian fiskal berdasarkan Surat Pemberitahuan
Tahunan,Surat Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Keberatan, atau Putusan Banding,
sesuai dengan ketentuan UU PPh. Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 dalam hal
Wajib Pajak berhak atas kompensasi kerugian adalah sebesar Pajak Penghasilan
yang dihitung berdasarkan penghasilan neto menurut Surat Pemberitahuan Tahunan
Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu atau dasar penghitungan lainnya setelah
dikurangi kompensasi kerugian dikurangi dengan Pajak Penghasilan yang dipotong
dan atau dipungut serta Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar
negeri yang boleh dikreditkan sesuai ketentuan Pasal 21, Pasal 22, Pasal
23, dan Pasal 24 UU PPh, dibagi 12 ( dua belas ) atau banyaknya bulan dalam
bagian tahun pajak.
1.3 Angsuran PPh Pasal 25 Untuk Bulan-Bulan Sebelum Batas Waktu Penyampaian SPT Tahunan PPh
Mengingat
batas waktu penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak orang
pribadi adalah akhir bulan ketiga tahun pajak berikutnya dan bagi Wajib Pajak
badan adalah akhir bulan keempat tahun pajak berikutnya, besarnya angsuran
pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk bulan-bulan sebelum SPT
Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan belum dapat dihitung sesuai dengan
ketentuan diatas (PPh Pasal 25 ayat 1).
Besarnya
angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk bulan-bulan sebelum
batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan adalah sama
dengan besarnya angsuran pajak untuk bulan terakhir tahun pajak yang lalu.
Misalnya, apabila SPT Tahunan PPh disampaikan oleh Wajib Pajak pada bulan
Februari 2010, maka besarnya angsuran pajak yang harus dibayar pada bulan
Januari 2010 adalah sebesar angsuran pajak bulan Desember 2009.
1.4 Angsuran PPh Pasal 25 dalam Tahun Pajak Berjalan Diterbitkan Surat Ketetapan Pajak untuk Tahun Pajak yang Lalu
Apabila
dalam tahun pajak berjalan diterbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) untuk tahun
pajak yang lalu, maka besarnya angsuran pajak dihitung kembali berdasarkan
Surat Ketetapan Pajak tersebut. Perubahan besarnya angsuran pajak tersebut
berlaku mulai pada bulan berikutnya setelah bulan diterbitkannya Surat
Ketetapan Pajak.
Contoh:
Berdasarkan SPT
Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak 2009 yang disampaikan Wajib Pajak dalam
bulan Februari 2010, perhitungan besarnya angsuran pajak yang harus dibayar
adalah sebesar Rp 1.250.000,00. Dalam bulan Juni 2010 telah diterbitkan surat
ketetapan pajak tahun pajak 2009 yang menghasilkan besarnya angsuran pajak
setiap bulan sebesar Rp 2.000.000,00.
Berdasarkan ketentuan
dalam pasal ayat ini, besarnya angsuran pajak mulai bulan Juli 2010 adalah
sebesar Rp 2.000.000,00. Penetapan besarnya angsuran pajak berdasarkan surat
ketetapan pajak tersebut besarnya bisa sama, lebih besar, atau lebih kecil dari
angsuran pajak sebelumnya berdasarkan SPT Tahunan.
1.5 PPh Pasal 25 dalam Hal-hal Tertentu
Pada dasarnya
besarnya pembayaran angsuran pajak oleh Wajib Pajak sendiri dalam tahun
berjalan sedapat mungkin diupayakan mendekati jumlah pajak yang akan terutang
pada akhir tahun. Oleh karena itu, dalam hal-hal tertentu Direktur Jenderal
Pajak diberikan wewenang untuk menyesuaikan perhitungan besarnya angsuran pajak
yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak dalam tahun berjalan.
Hal-hal tertentu yang dimaksud adalah:
a.
Wajib
Pajak berhak atas kompensasi kerugian
b.
Wajib
Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur
c.
Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun yang lalu disampaikan setelah
lewat batas waktu yang ditentukan
d.
Wajib
Pajak diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan
Tahunan Pajak Penghasilan;
- Wajib Pajak membetulkan sendiri Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan yang mengakibatkan angsuran bulanan lebih besar dari angsuran bulanan sebelum pembetulan
f.
Terjadi
perubahan keadaan usaha atau kegiatan Wajib Pajak.
1.6 Wajib Pajak Tertentu
Menteri Keuangan menetapkan penghitungan
besarnya angsuran pajak bagi:
a. Wajib Pajak baru
b. Bank,
badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, Wajib Pajak masuk bursa,
dan Wajib Pajak lainnya yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
harus membuat laporan keuangan berkala
c. Wajib
Pajak orang pribadi pengusaha tertentu dengan tarif paling tinggi 0,75% (nol
koma tujuh puluh lima persen) dari peredaran bruto.
2. PENCATATAN AKUNTANSI
2.1. Angsuran Pajak (PPh Pasal 25)
Angsuran pajak dalam tahun pajak
berjalan adalah Pajak Penghasilan Pasal 25 yang harus dibayar sendiri oleh
Wajib Pajak yang bersangkutan setiap bulan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah
diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008. Jurnal untuk mencatat
pembayaran PPh Pasal 25 tiap bulannya adalah sebagai berikut:
Pajak Dibayar
Dimuka-PPh Pasal 25 xxx
Kas xxx
2.2. Kredit Pajak
Kredit
pajak terdiri dari:
a. Kredit pajak dalam negeri
Kredit pajak dalam negeri untuk Wajib Pajak
Orang Pribadi (OP) terdiri atas PPh yang dipotong atau dipungut pihak lain
yaitu PPh Pasal 21, 22 dan 23. Kredit pajak dalam negeri untuk Wajib Pajak
Badan terdiri atas PPh Pasal 22 dan 23.
b. Kredit pajak luar negeri
Kredit pajak luar negeri baik untuk Wajib
Pajak Orang Pribadi maupun Badan adalah PPh Pasal 24.
c.
PPh
yang dibayar sendiri
PPh yang dibayar sendiri terdiri atas
angsuran PPh Pasal 25 yang dibayar setiap bulan ataupun fiskal luar negeri.
2.3. Pajak Akhir Tahun
PPh yang harus dilunasi pada akhir Tahun
Pajak dihitung dengan cara: PPh yang terutang atas seluruh penghasilan (yang
merupakan objek pajak) selama Tahun Pajak yang bersangkutan dikurangi dengan
Kredit Pajak yaitu PPh yang dilunasi dalam Tahun Pajak berjalan baik yang
dibayar sendiri maupun yang dipotong atau dipungut oleh pihak lain. Hasil
perhitungan PPh pada akhir tahun tersebut, dapat mengakibatkan kurang bayar
atau lebih bayar, sebagai berikut:
a.
Apabila
pajak yang terutang untuk suatu Tahun Pajak ternyata lebih kecil dari jumlah
kredit pajak (pajak yang dilunasi dalam tahun berjalan), maka setelah dilakukan
pemeriksaan, kelebihan pembayaran pajak dikembalikan setelah diperhitungkan
dengan utang pajak berikut sanksi-sanksinya. Jurnal pencatatan oleh perusahaan
adalah sebagai berikut:
PPh Badan xxx
PPh Pasal 28A xxx
Pajak dibayar dimuka (PPh Pasal 22) xxx
Pajak dibayar dimuka (PPh Pasal 23) xxx
Pajak dibayar dimuka (PPh Pasal 24) xxx
Pajak dibayar dimuka (PPh Pasal 25) xxx
b.
Apabila
pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih besar dari kredit
pajak, maka kekurangan pajak yang terutang harus dilunasi sebelum SPT Tahunan
PPh disampaikan. Apabila tahun buku sama dengan tahun kalender, kekurangan
pajak tersebut wajib dilunasi paling lambat tanggal 31 Maret bagi Wajib Pajak
orang pribadi atau 30 April bagi Wajib Pajak badan setelah Tahun Pajak
berakhir, sedangkan apabila tahun buku tidak sama dengan tahun kalender,
misalnya mulai tanggal 1 Juli sampai dengan 30 Juni, maka kekurangan pajak
wajib dilunasi paling lambat tanggal 30 September bagi Wajib Pajak orang
pribadi atau 31 Oktober bagi Wajib Pajak badan. Jurnal pencatatan oleh
perusahaan adalah sebagai berikut:
PPh Badan xxx
Pajak dibayar dimuka (PPh Pasal 22) xxx
Pajak dibayar dimuka (PPh Pasal 23) xxx
Pajak dibayar dimuka (PPh Pasal 24) xxx
Pajak dibayar dimuka (PPh Pasal 25) xxx
Utang PPh pasal 29 xxx
Pada saat dilakukan penyetoran ke kas negara, jurnal pencatatannya adalah
sebagai berikut:
Utang PPh Pasal 29 xxx
Kas xxx
2.4. Beban Pajak
Beban pajak (tax
expense) atau penghasilan pajak (tax
income) adalah jumlah agregat pajak kini (current tax) dan pajak tangguhan (deferred tax) yang diperhitungkan dalam penghitungan laba atau rugi
pada satu periode. Menurut Pasal 9 ayat (1) huruf k UU No.36 Tahun 2008
tentang Pajak Penghasilan, sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan
kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan
perundang-undangan di bidang perpajakan, tidak boleh dikurangkan dari
penghasilan Wajib Pajak sehingga pada penghitungan penghasilan kena pajak akhir
tahun, harus dilakukan koreksi fiskal positif. Untuk itu,
pengeluaran-pengeluaran tersebut dicatat sebagai beban periode berjalan pada
Laporan Laba/Rugi. Unsur-unsur beban (penghasilan) pajak mencakup:
a)
beban
(penghasilan) pajak kini;
b)
penyesuaian yang diakui pada periode berjalan
atas pajak kini yang berasal dari periode sebelumnya;
c)
jumlah
beban (penghasilan) pajak tangguhan baik yang berasal dari timbulnya perbedaan
temporer maupun dari realisasinya;
d)
jumlah
beban (penghasilan) pajak tangguhan yang berasal dari perubahan tarif pajak
atau penerapan peraturan perpajakan yang baru;
e)
jumlah
manfaat dari rugi pajak atau perbedaan temporer periode sebelumnya yang belum
diakui, yang digunakan sebagai pengurang beban pajak kini;
2.5. Pajak Tangguhan
Menurut
PASALAK 46, pajak tangguhan timbul akibat adanya beda waktu/sementara. Beda
waktu artinya keseluruhan beban atau pendapatan akuntansi maupun perpajakan
sebenarnya sama, tetapi hanya berbeda alokasi setiap tahunnya. Beda waktu dapat
berasal dari realisasi, penyusutan, amortisasi, dan kompensasi kerugian fiskal
antara akuntansi dan perpajakan. Beda waktu akan menimbulkan aset/kewajiban
pajak tangguhan, tetapi beda tetap tidak.
1) Beban Pajak Tangguhan dan Pendapatan Pajak Tangguhan
Beban PPh terdiri dari beban pajak kini dan beban pajak
tangguhan/pendapatan pajak tangguhan. Pajak kini adalah jumlah PPh terutang
atas Penghasilan Kena Pajak pada satu periode.
Beban pajak tangguhan akan menimbulkan kewajiban pajak tangguhan sedangkan
pendapatan pajak tangguhan menimbulkan aset pajak tangguhan.
2) Aset Pajak Tangguhan (deferred tax
assets)
Aset pajak tangguhan adalah jumlah PPh
terpulihkan pada periode mendatang sebagai akibat adanya perbedaan temporer
yang boleh dikurangkan dan sisa kompensasi kerugian. Aset pajak tangguhan
timbul apabila beda waktu menyebabkan terjadinya koreksi positif sehingga beban
pajak menurut akuntansi lebih kecil daripada beban pajak menurut peraturan
perpajakan.
3) Kewajiban Pajak Tangguhan (deferred tax liabilities)
Kewajiban pajak tangguhan adalah jumlah
PPh terutang untuk periode mendatang sebagai akibat adanya perbedaan temporer
kena pajak. Kewajiban pajak tangguhan timbul apabila beda waktu menyebabkan
terjadinya koreksi negatif sehingga beban pajak menurut akuntansi lebih besar daripada
beban pajak menurut peraturan perpajakan.
4) Pencatatan dan Penyajian
Pencatatan aset dan kewajiban pajak
tangguhan dilakukan terhadap rugi fiskal yang masih dapat dikompensasikan dan
beda waktu antara laporan keuangan komersial dengan laporan keuangan fiskal
yang dikenakan pajak, dikalikan dengan tarif pajak yang berlaku.
Jurnal untuk mencatat timbulnya aset
pajak tangguhan:
Aset pajak tangguhan xxx
Pendapatan
pajak tangguhan xxx
Jurnal untuk mencatat timbulnya kewajiban
pajak tangguhan:
Beban pajak tangguhan xxx
Kewajiban
pajak tangguhan xxx
Penyajian pajak tangguhan:
·
Aset
dan kewajiban pajak tangguhan harus disajikan terpisah dari aset dan kewajiban
lainnya dalam neraca
·
Aset
dan kewajiban pajak tangguhan harus dibedakan dari aset pajak kini (prepaid taxes) dan kewajiban pajak kini
(tax payable)
·
Aset
atau kewajiban pajak tangguhan tidak boleh disajikan sebagai aset atau
kewajiban lancar
·
Aset
pajak kini harus dikompensasikan (offset)
dengan kewajiban pajak kini dan jumlah netonya disajikan dalam neraca
·
Beban
(penghasilan) pajak yang berhubungan
dengan laba atau rugi dari aktivitas normal harus disajikan tersendiri pada
laporan laba/rugi
·
Aset
pajak tangguhan disajikan terpisah dengan akun tagihan restitusi PPh dan
kewajiban tangguhan juga disajikan terpisah dengan utang PPh Pasal 29
Contoh 1:
Laba sebelum pajak Rp
900.000.000,00
Koreksi beda tetap:
Pendapatan bunga deposito (Rp
60.000.000,00)
Beban sumbangan Rp 40.000.000,00
Total beda tetap Rp 20.000.000,00
Rp 880.000.000,00
Koreksi beda waktu:
Penyusutan Rp 15.000.000,00
Total beda waktu Rp 15.000.000,00
Penghasilan Kena Pajak Rp
895.000.000,00
Pajak terutang: 25% x Rp 895.000.000,00 = Rp223.750.000,00
Kredit pajak PPh Pasal 25 = Rp220.000.000,00
PPh Pasal 29 (PPh Kurang
bayar) =
Rp 3.750.000,00
Aset Pajak Tangguhan = 25% x Rp15.000.000,00 =
Rp3.750.000,00
Jurnal:
PPh Badan-Pajak Kini Rp 223.750.000,00
Aset Pajak Tangguhan Rp 3.750.000,00
Pendapatan
Pajak Tangguhan Rp 3.750.000,00
Pajak
Dibayar Dimuka-PPh Pasal 25 Rp
220.000.000,00
Utang PPh Pasal
29-kurang bayar Rp 3.750.000,00
Contoh 2:
Laba sebelum pajak
Rp 700.000.000,00
Koreksi beda tetap:
- Pendapatan sewa bangunan (Rp 50.000.000,00)
- Pendapatan jasa giro (Rp
20.000.000,00)
- Beban bunga pajak
Rp 10.000.000,00
- Beban pemberian sembako
Rp 40.000.000,00
- Beban PPh
Rp 5.000.000,00
Total beda tetap (Rp 15.000.000,00)
Setelah koreksi beda tetap Rp 685.000.000,00
Koreksi beda waktu:
- Amortisasi (Rp 15.000.000,00)
- Penyusutan Rp 10.000.000,00
Total beda waktu (Rp 5.000.000,00)
Penghasilan kena pajak
Rp 680.000.000,00
Pajak terutang: 25% x Rp 680.000.000,00 = Rp 170.000.000,00
Kredit pajak =
(Rp 100.000.000,00)
PPh kurang bayar = Rp 70.000.000,00
Kewajiban pajak tangguhan = 25% x Rp 5.000.000,00 = Rp
1.250.000,00
Jurnal:
PPh Badan-Pajak Kini Rp 170.000.000,00
Beban Pajak Tangguhan Rp 1.250.000,00
Kewajiban
Pajak Tangguhan Rp 1.250.000,00
Pajak
Dibayar Dimuka-PPh Pasal 22 Rp
20.000.000,00
Pajak
Dibayar Dimuka-PPh Pasal 23 Rp 30.000.000,00
Pajak
Dibayar Dimuka-PPh PASAL 25 Rp 50.000.000,00
Utang
PPh Pasal 29 Rp 70.000.000,00
3. ETIKA DALAM PELAPORAN PAJAK
Wajib
Pajak akan melaporkan pajak-pajak yang dibayar dan/atau dipotong/dipungut
dengan mengisi dan menyampaikan SPT ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar. SPT
memiliki beberapa fungsi:
1. sebagai
sarana bagi Wajib Pajak dalam melaporkan dan mempertanggungjawabkan
penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang,
2. sebagai
pelaporan pembayaran atau pelunasan pajak, baik yang dilakukan Wajib Pajak
sendiri maupun melalui mekanisme pemotongan dan pemungutan yang dilakukan oleh
pihak ketiga,
3.
sebagai
pelaporan harta dan kewajiban serta pembayaran dari pemotong atau pemungut
tentang pemotongan atau pemugutan pajak yang telah dilakukan.
SPT
dapat dibedakan menjadi 2 yaitu SPT Masa dan SPT Tahunan. SPT Masa adalah SPT
yang digunakan untuk melakukan pelaporan atas pembayaran pajak bulanan. SPT
Tahunan adalah SPT yang digunakan untuk pelaporan tahunan.
Tata
cara pelaporan SPT dilakukan Wajib Pajak atau PKP dengan tahapan:
·
Pengambilan
formulir SPT
Pada dasarnya diambil sendiri oleh Wajib Pajak, baik langsung ke KPP atau
KP2KP.
·
Pengisian
SPT
Sesuai dengan petunjuk berdasarkan peraturan perpajakan dilakukan dengan
benar, jelas dan lengkap.
·
Penandatanganan
SPT
Untuk Wajib Pajak orang pribadi ditandatangani oleh yang berhak
menandatangani SPT sedangkan Wajib Pajak badan ditandatangani oleh pengurus /
direksi.
·
Penyampaian
SPT
Langsung ke KPP / KP2KP, melalui jasa pengiriman pos.
DAFTAR REFERENSI
Resmi, Siti. 2007. Perpajakan Teori dan Kasus, Edisi Ketiga. Yogyakarta: Penerbit
Salemba Empat.
Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak
Penghasilan.
Undang – Undang dan Peraturan Pelaksanaannya. 2008. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Jakarta: Penerbit Salemba Empat
http://dudiwahyudi.com/pajak/pajak-penghasilan/pajak-penghasilan-pph-pasal-25.html
http://www.slideshare.net/puspa/tax-planning-atas-kredit-pajak
http://www.scribd.com/doc/9495995/PPh-pasal-25
http://tax-center.pajak.go.id/tkb/PPh/128/PPh-563
Tidak ada komentar:
Posting Komentar